harfam.co.id, Jakarta – Dokter bedah saraf Rumah Sakit Otak Nasional (PON) Dr. Muhammad Gustinza menjelaskan, SpBS merupakan aneurisma otak dimana dinding pembuluh darah di otak melebar secara tidak normal.
Gambar ini tampak seperti balon yang keluar dari tabung, kata Gustianza. Gustinza berkata: Dr. Dr. Maher Martjono, Jakarta, Sabtu 29 Juni 2024.
Kondisi ini sangat berbahaya jika aneurisma pecah karena dapat menyebabkan pendarahan di otak yang dapat berakibat fatal. Ia menjelaskan: “Karena gumpalan di pembuluh darah otak berdinding tipis, maka mudah pecah. Sangat berbahaya, dengan angka kematian 50 persen bila terjadi.”
Menurut statistik dari Brain Aneurysm Foundation, satu dari 50 orang menderita aneurisma. Setiap 18 menit, 1 aneurisma pecah dan sekitar 500.000 orang meninggal karena aneurisma otak setiap tahunnya.
Di Indonesia, RS PON telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI selama beberapa tahun untuk mengumpulkan data jumlah aneurisma otak dan mencoba mengetahui prevalensinya.
Misalnya, dalam setahun sekitar 100 pasien datang ke RS PON untuk berobat. Sejak berdirinya RS ini, kami telah menangani lebih dari 1.000 penderita aneurisma otak, kata Gustianza.
Namun, Gustianza menyebut hal ini hanyalah puncak gunung es. Jumlah 1.000 pasien hanyalah sebagian kecil, sementara masih banyak lagi kasus yang belum terdiagnosis.
Faktor risiko kerusakan otak ada banyak, Muhammad Gustianza membaginya menjadi irreversible dan reversible.
“Penyebabnya tidak bisa diubah, misalnya etnis. Diketahui Asia lebih banyak prevalensinya karena aneurisma lebih banyak terjadi di Jepang dan China,” kata Gustianza.
Ia mengatakan usia dan jenis kelamin berperan besar dalam prevalensi aneurisma. Sedangkan perubahan yang paling mungkin terjadi adalah perubahan sosial.
“Masyarakat bisa menyebabkan darah tinggi, dan darah tinggi salah satu penyebab terjadinya aneurisma. Jadi, tekanan darah bisa dikendalikan,” ujarnya.
Selain tekanan darah tinggi, merokok merupakan faktor risiko terjadinya aneurisma. Gustianza mengimbau masyarakat tentang bahaya rokok yang dapat menimbulkan berbagai penyakit.
“Aneurisma adalah salah satu penyebab paling umum dari merokok yang terlihat dalam pengobatan. Sebagian besar pasien yang kami tangani memiliki riwayat merokok,” tambahnya.
Gustienza mengatakan, aneurisma otak seringkali tidak menunjukkan gejala hingga ukurannya menjadi terlalu besar atau pecah. Gejala sebelum aneurisma pecah: sakit kepala parah atau nyeri penglihatan ganda, penyakit saraf lainnya
“Jika aneurisma pecah, gejalanya bisa berupa sakit kepala parah yang tiba-tiba, mual, muntah, leher kaku, kehilangan kesadaran, atau kematian,” kata Custianza.
Menurut statistik dari Brain Aneurysm Foundation, 1 dari 50 orang menderita aneurisma yang belum pecah, 1 aneurisma pecah setiap 18 menit, dan hampir 500.000 orang meninggal karena stroke setiap tahunnya.
Gustianza melaporkan 90 persen pasien aneurisma bisa sembuh total. Pasien yang tersisa, kurang dari 10 persen, diawasi secara ketat setelah operasi kliping untuk mencegah aneurisma tumbuh kembali.
Ia menjelaskan, pengobatan utama aneurisma otak adalah pembedahan kliping. “Pemotongan adalah prosedur pembedahan yang digunakan untuk memotong darah dari pembuluh darah yang tidak normal,” ujarnya.
Prosedur kliping juga dapat dilakukan pada aneurisma yang pecah, dimana tubuh secara alami membentuk dinding baru setelah aneurisma pecah. “Setelah ledakan, tubuh akan membuat tembok baru untuk dilewati, namun tembok ini tipis dan rapuh,” kata Gustianza.
Tujuan utama dari operasi ablasi adalah untuk mencegah aneurisma terulang kembali.
Ia menambahkan: “Jika aneurisma sudah pecah, maka dilakukan pembedahan untuk mencegah masalah serupa di kemudian hari. Sedangkan jika belum pecah, dilakukan pembedahan untuk mengurangi risiko pecahnya aneurisma.”