January 11, 2025
PPN 12% Trending Topic, Warganet Ramai-Ramai Tolak Kenaikan Pajak

PPN 12% Trending Topic, Warganet Ramai-Ramai Tolak Kenaikan Pajak

0 0
Read Time:2 Minute, 24 Second

harfam.co.id, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% mulai Januari 2025. Angka tersebut meningkat dari pajak pertambahan nilai (PPN) saat ini sebesar 11% yang berlaku mulai 1 April 2022.

Kebijakan kontroversial tersebut membuat netizen ramai mengecam PPN 12%, bahkan menjadi trending topik di platform Twitter X.

Sekali lagi, Garuda Biru menjadi simbol kekacauan dan penolakan rakyat terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak adil oleh pemerintah, terutama masyarakat awam.

“Memungut pajak kepada rakyat tanpa saling menghormati adalah kejahatan. Kalau tidak bisa melayani rakyat, jangan minta pajak yang banyak. Tolak PPN 12%” dengan imbalan penambahan PPN dengan latar belakang gambar Garuda biru. .

“Hentikan kebiasaanmu mengeksploitasi rakyatmu! Ambil pajak yang besar dari para penebang, penggali dan industri ketiga. Jangan mengeksploitasi rakyatmu,” kata peringatan lainnya.

Tak hanya itu, banyak netizen yang menentang keras PPN 12%. Berikut ini adalah tweet dari banyak netizen di X.

“Tolak PPN 12%,” cuit @syaf***

“Bodoh sekali. PPN 12% kami tolak,” tulis @kang***.

“Hashtag padahal Alþingi cuek. Netizen akan mengkritik kenaikan PPN 12%,” kata @ves***.

“Pemerintah harus tunda kenaikan PPN 12%. Ekonomi lesu, kelas menengah menyusut, PHK dimana-mana, industri hancur, white collar jobs menyusut,” kata @mul***.

 

 

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian nasional.

Dengan menaikkan tarif PPN, pendapatan pemerintah meningkat secara signifikan. PPN yang lebih tinggi akan memberi pemerintah lebih banyak uang untuk membiayai banyak proyek penting seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.

“Secara historis, PPN merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara dan lebih tahan terhadap perubahan ekonomi dibandingkan pajak penghasilan yang bergantung pada keuntungan perusahaan,” kata Josua kepada harfam.co.id pada 20/20/2024.

Selain itu, kenaikan pajak pertambahan nilai diharapkan dapat mengurangi defisit fiskal dan rasio utang, terutama setelah peningkatan belanja pemerintah di masa pandemi.

Selain itu, PPN mudah dipungut karena dicatat dalam seluruh transaksi ekonomi, terutama transaksi yang berkaitan dengan konsumsi. Dengan demikian, administrasi perpajakan akan lebih efisien.

“Menaikkan tarif PPN Indonesia menjadi 12% akan membuatnya sebanding dengan rata-rata global (15%) dan ASEAN, menjadikan sistem perpajakan Indonesia menarik bagi investor,” ujarnya.

Kemudian, dalam jangka panjang, peningkatan penerimaan pajak akan berkontribusi terhadap visi Indonesia 2045 yang bertujuan menjadikan negara ini sebagai negara maju dan salah satu dari lima ekonomi terbesar di dunia.

Sebaliknya jika kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai tidak dilaksanakan maka akan menimbulkan beberapa dampak, pertama, negara akan kehilangan potensi tambahan pendapatan sehingga memperbesar defisit anggaran dan membatasi ruang lingkup anggaran untuk belanja efisien.

Kedua, pembangunan infrastruktur, program sosial dan investasi strategis lainnya mungkin terhambat jika pendapatan pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

“Lebih jauh lagi, hal ini dapat menyebabkan peningkatan beban utang pemerintah dan risiko fiskal jangka panjang karena pemerintah mungkin harus lebih bergantung pada pinjaman untuk menutupi defisitnya,” katanya.

Di sisi lain, reformasi perpajakan non-progresif dapat memperlambat reformasi fiskal dan menjadikan Indonesia kurang kompetitif di kawasan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link