0
0
JAKARTA – Kelas menengah Indonesia menyusut karena banyak faktor. Setidaknya ada lima aspek yang menjadikan kelas menengah menjadi kelas menengah bawah atau upper middle class (AMC).
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS), mengatakan lemahnya industri manufaktur menjadi faktor utamanya. Pada triwulan II tahun 2024, hampir seluruh aktivitas sektor manufaktur mengalami tekanan, terutama padat karya.
Menurunnya kinerja industri manufaktur dalam negeri memaksa banyak perusahaan di sektor ini mengurangi efisiensi dengan melakukan PHK terhadap pekerjanya.
“Deindustrialisasi dini atau penurunan pangsa industri terhadap PDB juga menyebabkan PHK massal,” kata Bhama kepada MNC Portal, Senin (9/9/2024).
Kedua, suku bunga bank yang lebih tinggi mempengaruhi cicilan rumah, otomotif dan pinjaman konsumen lainnya. Saat ini Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan BI rate di angka 6,25 persen.
Ketiga, harga komoditas meningkat sehingga pekerja di sektor kelapa sawit, nikel, dan batu bara tidak mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan dibandingkan tahun 2021.
Keempat, kebijakan perpajakan pemerintah, khususnya penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen, dinilai menjadi penyebab kenaikan harga barang di tingkat eceran.
Bhama mengatakan tren tersebut mencerminkan penurunan pendapatan per kapita yang dapat dibelanjakan karena berbagai pungutan dan biaya, termasuk pajak tidak langsung yang menyasar kelas menengah.
Kelima, kualitas belanja infrastruktur dan investasi sangat buruk sehingga kinerjanya lebih rendah dibandingkan uang yang dikeluarkan.
