October 22, 2024
Jangan Pakai Standar Orang Lain, Bisa Hambat Kebahagiaanmu

Jangan Pakai Standar Orang Lain, Bisa Hambat Kebahagiaanmu

0 0
Read Time:2 Minute, 26 Second

harfam.co.id, Jakarta Di era media sosial, banyak hal yang diperlihatkan masyarakat di media sosial. Mulai dari memiliki rumah di kawasan elit, jenjang karir yang terus menanjak, terlihat liburan yang terus-menerus dalam negeri dan luar negeri.

Namun, jika Anda melihat sesuatu berdasarkan standar orang lain dalam mengukur kebahagiaan, justru menimbulkan tekanan dalam diri Anda. Alhasil, justru menghambat kebahagiaan Anda sendiri.

“Misalnya di usia ini harusnya sudah menikah, di usia ini harusnya sudah bekerja. Jadi kalau sudah menikah pasti sudah hamil, jadi banyak standar sosial yang menimbulkan tekanan yang menghalangi orang untuk bahagia,” kata Dokter Spesialis Jiwa dari RSUD Tarakan Jakarta, Zulwiya Octanida Syarif.

Penting untuk diketahui bahwa setiap orang memiliki ukuran kebahagiaan yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena manusia merupakan individu yang mempunyai ciri khas tersendiri, termasuk kelebihan dan kekurangannya.

“Masalah muncul ketika kita menemui hal-hal yang diluar ekspektasi tertentu. Untuk merasa bahagia, seseorang harus belajar menerima keunikan dirinya, mampu melihat sisi positifnya, dan tidak hanya fokus pada sisi negatifnya saja, ujarnya. konsultan psikiater Yeni Sinambela pada kesempatan yang sama di Jakarta.

“Masalah muncul ketika kita menemui hal-hal yang diluar ekspektasi tertentu. Untuk merasa bahagia, seseorang harus belajar menerima keunikan dirinya, mampu melihat sisi positifnya dan tidak hanya fokus pada sisi negatifnya saja,” kata Yeni mengutip Antara.

 

Di era internet seperti ini, sangat mudah untuk menetapkan ekspektasi tertentu sebagai standar kebahagiaan, sehingga banyak kendala yang membuat seseorang merasa tidak bahagia.

Misalnya saja keleluasaan atau aktivitas memamerkan barang-barang mewah atau menjalani hidup mewah melalui media sosial. Hal ini berdampak pada pengukuran kebahagiaan yang didasarkan pada materi. Namun, menurut kedua dokter tersebut, hal tersebut tidak selalu terjadi. 

Isu kebahagiaan diangkat oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebahagiaan diri sendiri. Apalagi mengingat Jakarta masuk dalam 10 besar kota paling stres di dunia berdasarkan laporan The Least and Most Stressful Cities Index 2021.

Vivi merekomendasikan praktik membuat jurnal rasa syukur, serupa dengan membuat jurnal biasa, sebagai cara menghilangkan perasaan tidak bahagia.

“Tulislah tentang hal-hal yang kita syukuri, bahkan hal-hal sederhana yang bisa kita syukuri. Jika kita melakukan hal ini secara rutin, hal ini dapat membantu kita menghilangkan perasaan tidak bahagia,” kata Vivi.

Vivi menemukan, isi jurnal syukur sedikit berbeda dengan isi jurnal kebanyakan orang karena bukan berisi keluhan.

Sebaiknya jangan mengungkapkan keluhan dan tidak membandingkan kebahagiaan diri sendiri dengan standar kebahagiaan yang datang dari luar. 

“Ciptakan kebahagiaanmu sendiri, karena setiap orang berhak untuk bahagia, dan kebahagiaan adalah segala hal baik yang kita miliki,” kata Vivi.

Vivi menyarankan untuk menuliskan pencapaian sederhana yang memberi Anda kesenangan, seperti bertemu seseorang yang Anda sukai atau berolahraga di gym, untuk mendorong diri Anda mengulangi kesenangan tersebut keesokan harinya.

Vivi mengatakan, menulis jurnal rasa syukur dapat membantu masyarakat belajar menerima kenyataan dan melihat segala masalah dari sisi positif.

Bahkan, masyarakat bisa mengubah cara pandangnya untuk tidak terlalu fokus pada sisi negatifnya, sehingga di kemudian hari, ketika masalah muncul kembali, mereka bisa belajar dari pengalaman.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link