harfam.co.id, Jakarta – Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengimbau masyarakat mewaspadai konten menyesatkan yang menggunakan kecerdasan buatan dalam menghasilkannya.
Pasalnya, sebagian besar konten yang menipu kini dibuat menggunakan teknologi Generative Artificial Intelligence (AI).
Nezar juga mengingatkan penonton bahwa kebohongan bisa dihilangkan dengan mempelajari kemampuan berpikir kritis.
“Berpikir kritis, ini yang paling penting untuk bisa menarik kembali kebohongan. Karena kebohongan semakin kompleks dan bentuknya berbeda-beda,” kata Nezar saat diwawancara di Yogyakarta, Kamis lalu.
Nezar mengatakan AI buatan dapat menghasilkan konten palsu yang tampak nyata, dan membuat peristiwa yang tidak pernah terjadi tampak nyata dan terjadi.
Dia mencontohkan konten video bergambar Presiden Joko Widodo dalam bahasa Mandarin dan Arab yang dibuat dengan teknologi deepfake AI.
Kata-katanya sama, mukanya sama, gerak bibirnya sama, semuanya sama, tapi itu ilusi, kata Wamenkominfo, dikutip dalam siaran pers, pada Jumat 1 ./2024).
Wamenkominfo menilai penggunaan teknologi yang sembarangan akan dengan mudah menipu masyarakat untuk mengikuti perilaku kelompok yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, menurutnya, tidak semua lapisan masyarakat mempunyai kemampuan menyaring informasi secara cermat.
“Kelompok sosial lain bisa dengan mudah melihat bahwa hal itu salah, karena ada sesuatu yang irasional, itu tidak wajar,” kata Nezar.
“Tetapi ada bagian lain dari masyarakat kita yang tidak bisa memiliki rasa belas kasihan ini. Mereka hanya menerima informasi yang diciptakan oleh kebohongan,” simpulnya.
Nezar juga menekankan agar masyarakat selalu berhati-hati dan mengecek sumber resmi atas keaslian informasi yang diterimanya. Menurutnya, inilah pentingnya literasi digital.
“Jangan cepat percaya pada sesuatu yang menimbulkan emosi, yang terbaik adalah hal itu bisa menjadi kenyataan sehingga kita tersesat di dalamnya,” kata Wamenkominfo. “Kami juga akan memeriksa ke sumber resmi untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut.”
Selain pemikiran kritis, prinsip-prinsip lain juga diperlukan untuk menciptakan lingkungan digital yang aman, produktif, dan inklusif. “Keterampilan memecahkan masalah, transparansi, dan pemberdayaan masyarakat melalui literasi atau pendidikan kritis,” kata Wamenkominfo.
Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengungkapkan, pemerintah sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur penggunaan AI.
“Saat ini sedang disusun menjadi Peraturan Presiden untuk memberikan implementasi yang kuat dan komprehensif,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rabu (27/12/2023).
Menurut Nezar, upaya ini merupakan bagian dari pengembangan ekosistem AI nasional.
“Kami berharap dapat segera menerbitkan peraturan AI yang mengikat secara hukum, yang tidak hanya akan mengurangi risiko AI, tetapi juga mendorong ekosistem AI lokal kita,” ujarnya, dikutip dalam siaran pers.
Rencana penerapan aturan ketat penggunaan AI muncul setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan, 19 Desember 2023.
Surat Edaran ini tidak mengikat secara hukum, namun menjadi pedoman, agar pengembangan dan penggunaan AI tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Sekadar informasi, dalam waktu dekat kami juga akan mulai mengambil langkah-langkah untuk menyiapkan undang-undang AI yang mengikat secara hukum, kata Menkominfo dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (22/12/2023).
“Melalui peraturan ini, kami berharap dapat memberikan kepastian hukum dalam penggunaan dan pengembangan AI, serta mendukung pengembangan ekosistem AI nasional,” tambahnya.
Menkominfo Budi juga menjelaskan hingga saat ini AI di Indonesia masih tunduk pada UU ITE dan UU PDP.
Jadi kalau ditanya persoalan hukumnya yang mana, mengacu pada dua undang-undang, perlindungan data pribadi dan UU ITE, kata Menkominfo.
“Jika melanggar atau dikenakan sanksi atau pasal di UU ITE atau UU PDP bisa ditindak secara hukum,” kata Budi.