LIPUTAN6.com, Jakarta – Penggunaan rokok elektronik atau vape semakin meningkat di Indonesia dalam satu dekade terakhir. Praktek ini tidak hanya menjadi gaya hidup tetapi juga merupakan ancaman serius bagi kesehatan, terutama bagi generasi muda.
Menurut Survei Tembakau Dewasa Global Indonesia, jumlah pengguna vape telah mencapai lebih dari 6 juta orang pada tahun 2021, yang merupakan peningkatan pesat dari hanya setengah juta pada tahun 2011. Dengan pertumbuhan ini, penting untuk memahami cara menghentikan hal ini secara efektif. praktik yang berbahaya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyoroti risiko kesehatan dari merokok, terutama bagi generasi muda. Namun kabar baiknya, ada berbagai cara efektif untuk membantu masyarakat Indonesia berhenti menggunakan vape.
Berikut lima cara terbaik untuk membantu Anda menghilangkan masalah vape, dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat 2024. 1. Memahami aspek fisik dan psikologis dari kecanduan.
Kecanduan vape tidak hanya bersifat fisik akibat nikotin, tapi juga mental. Ketergantungan fisik terjadi karena tubuh menginginkan nikotin yang jika tidak dipenuhi dapat menimbulkan gejala gangguan seperti perubahan mood dan perilaku. Di sisi lain, ketergantungan psikologis sering kali dikaitkan dengan cara mengatasi stres atau pengaruh sosial.
“Kecanduan tembakau, khususnya Vape, merupakan ancaman besar bagi generasi muda kita. Tanpa tindakan segera, kita berisiko mengalami masalah kesehatan di masa depan,” kata Ketua Pokja Tembakau dan Kesehatan Persatuan Paru Indonesia, Dr. . Dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P.K.R.
Terapi penggantian nikotin (NRT) telah terbukti secara klinis membantu pengguna menghentikan kecanduan nikotin. Misalnya, obat semprot oral Nicorette QuickMist yang mengandung dua miligram nikotin terbukti efektif mengurangi keinginan menggunakan rokok elektrik.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Addiction Journal menunjukkan bahwa solusi ini memberikan hasil yang cepat dalam mengatasi gejala kecanduan. Pendekatan ini dapat digunakan di Indonesia dengan menjadikan produk NRT tersedia secara luas dan terjangkau, terutama bagi generasi muda yang berisiko mengalami kecanduan vape.
Terapi perilaku seperti terapi perilaku kognitif (CBT) dapat membantu pengguna mengidentifikasi pemicu yang menyebabkan mereka panik. Dengan kombinasi NRT dan dukungan perilaku, peluang keberhasilan berkurang hingga 25 persen dibandingkan hanya menggunakan salah satu metode saja.
Indonesia dapat memanfaatkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan platform digital untuk memberikan kemudahan akses terhadap dukungan profesional. Cara ini membantu masyarakat tidak hanya mengatasi kecanduan fisik, tetapi juga proses mental yang mendukung kecanduan vape.
Negara-negara seperti Inggris telah memulai kampanye kesadaran masyarakat yang berhasil mengurangi penggunaan tembakau. Kampanye serupa perlu dikembangkan di Indonesia, terutama untuk mendidik generasi muda tentang risiko kesehatan akibat merokok.
“Undang-undang yang efektif dipadukan dengan program pendidikan dan pencegahan adalah kunci untuk membalikkan tren ini,” kata Feni.
Untuk mengatasi masalah keinginan terhadap vaping, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami kebutuhan lokal dan kerja sama antara pemerintah, profesional kesehatan, dan masyarakat. Pendekatan berbasis bukti seperti yang digunakan di negara-negara lain dapat diadaptasi untuk memberikan manfaat bagi warga negara Indonesia.
Dr. Dr. Feni Fitriani menambahkan: “Menggunakan kombinasi NRT, program dukungan perilaku dan kampanye kesehatan masyarakat akan menjadi penting tidak hanya untuk mengurangi kecanduan nikotin, tetapi juga untuk mengatasi peningkatan penggunaan vaping dan mengurangi risiko kesehatan jangka panjang.”