harfam.co.id, Jakarta Jika melihat data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang tahun 2014, sangat miris melihat ada 19 kasus kekerasan di sekolah. Jumlah ini berdasarkan pengaduan langsung melalui media dan email. Menurut KPAI, kasus eksploitasi bermacam-macam. Mulai dari ejekan hingga kekerasan fisik.
“Penindasan yang melibatkan kekerasan fisik dapat ditemukan buktinya. Namun bagi anak-anak, kata bullying bisa menjadi lebih berbahaya karena di sekolah sangat sulit menemukan kebenarannya. Lagipula, anak-anak jarang mau mengakuinya. dari orang tua atau gurunya. Oleh karena itu, anak-anak seringkali diam dan takut dihukum hingga dewasa,” kata Sekretaris KPAI Maria Advianti, menulis, Jumat (28/3/2014). .
Sementara itu, Psikolog Anak dan Keluarga Anna Srti Ariani, S.Psi., M.Si (Nina) mengatakan, dampak kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun verbal, seperti ejekan atau omelan, sama-sama berdampak buruk bagi tumbuh kembangnya. .
“Apakah kekerasan tersebut bersifat fisik atau verbal, keduanya dapat berdampak negatif pada tumbuh kembang anak. Kekerasan fisik juga dapat menimbulkan sakit hati dan dampak psikologis pada anak. Meski sepertinya ada bukti. Guru atau orang tua bisa ikut menindak pelakunya. “Kata bullying pun sama,” jelas Nina.
Lanjut Nina. Kata sifat “bullying” bersifat emosional dan psikologis serta sulit dibuktikan. Bagi yang mengalami hal ini, sebaiknya orang tua mengajaknya bicara, seperti menanyakan perasaannya, sakit, marah, sedih, dan sebagainya.
“Pada akhirnya, harus ada seseorang yang bertanggung jawab atas situasi sekolah. Usahakan tidak mempunyai sudut yang sepi sehingga dapat menyebabkan orang menabrak orang lain. Jadi tidak boleh ada kamera pengawas (CCTV) selama masih ada guru nakal yang mau melakukannya. kendalikan,” kata Nina.
Selain itu, Nina menambahkan, sekolah sebaiknya melakukan kegiatan kelompok, seperti mengerjakan satu tugas secara berkelompok. Namun sebaiknya anak tidak menentukan kelompok temannya. Itu semua tergantung pada gurunya. Hal ini baik bagi guru untuk memahami dinamika kelompok sehingga anak dapat saling memahami.
“Kalau di rumah, bagaimana orang tua memperhatikan anaknya? Lakukan ini dengan menggunakan teknik pengasuhan yang baik, seperti memperhatikan apa yang dikatakan anak Anda, mengenali kekuatan dan kelemahannya, dan memberi tahu mereka apa yang salah ketika mereka salah. Ini sebagai cara untuk mendorong anak-anak agar saling memahami,” imbuhnya.