September 21, 2024
Belajar dari L’Oreal Indonesia Bikin Kebijakan Perlindungan Karyawan Korban KDRT

Belajar dari L’Oreal Indonesia Bikin Kebijakan Perlindungan Karyawan Korban KDRT

0 0
Read Time:3 Minute, 20 Second

harfam.co.id, Jakarta – Kasus kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam keluarga (KDRT) atau bentuk kekerasan lainnya terhadap perempuan masih banyak terjadi di Indonesia. Pada tahun 2023, terdapat 339.782 pengaduan terkait kekerasan berbasis gender (KBG) yang didaftarkan ke Komite Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Kekerasan di sektor swasta masih mendominasi pemberitaan, mencapai 99% atau 336.804 insiden.

Permasalahan tersebut dapat dikurangi jika ada dukungan tulus dari berbagai pihak, termasuk dunia kerja. L’Oréal Indonesia juga mewujudkan hal tersebut dengan meluncurkan Kebijakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sejak awal tahun 2023. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk membantu menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh staf.

“Itu persoalan dalam negeri, tapi dia juga pegawai kita. Kalau tidak ada masalah, kita sudah investasi. Kalau sampai tahap ‘bantu saya’ tapi lihat kebijakannya, kalau tidak,” kata Yenita Octora, chief human Resources Officer L’Oréal Indonesia dalam diskusi terbatas yang digelar di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024, mengatakan pihaknya belum mengetahui apa yang bisa dilakukan perusahaan.

Cuti khusus merupakan dukungan pertama yang diberikan untuk memberikan kesempatan kepada karyawan dalam menangani berbagai tugas. Berikutnya adalah dukungan keuangan darurat. Perusahaan akan meminjamkan uang untuk membantu perempuan yang mengalami kesulitan keuangan karena aksesnya diblokir oleh pasangannya.

“Ada orang yang tidak menyimpan gajinya meskipun mereka menerimanya. Terakhir, saya khawatir tentang bagaimana perempuan bisa menerima gajinya jika mereka tidak di rumah.” dia berkata

Kami juga akan memberikan bantuan hukum kepada karyawan yang membutuhkan. Namun, hal ini hanya bisa diberikan jika karyawan berinisiatif untuk menginformasikannya kepada kantor. “Tapi itu harus dimulai dari karyawannya,” tegas Yeh.

Untuk itu pihak perusahaan membentuk tim khusus bernama Pasukan Ungu untuk mengatasi masalah tersebut. Yeh, yang timnya beranggotakan lima orang sebagian besar berasal dari departemen SDM, mengatakan mereka menerima pelatihan tambahan untuk menangani laporan kekerasan dalam rumah tangga yang masuk dengan baik.

“Tim ini sudah dilatih oleh Pulley Foundation. Mereka sudah belajar bagaimana cara mendekati pelaku atau korban jika melapor. kamu. tidak bertemu.” . “Saya menuju ke partai politik yang tepat,” jelasnya.

Sebab, korban kekerasan dalam rumah tangga sedang mengalami lingkaran setan. Ada kalanya dia mengambil langkah untuk mengakhiri hubungan yang beracun tetapi tidak melanjutkannya keesokan harinya ketika pasangannya memperlakukannya lebih baik. Namun, tidak jelas apakah penembaknya benar-benar sadar.

“Jadi kendalinya ada di pegawai,” ujarnya.

Di sisi lain, banyak perusahaan yang tidak memiliki kebijakan khusus mengenai masalah ini. Bita Crisanti, Direktur Eksekutif Konfederasi Bisnis Indonesia untuk Pemberdayaan Perempuan (IBCWE), mengatakan salah satu kendalanya adalah norma dan nilai yang masih memberikan penjelasan atas perilaku sebagian laki-laki.

“Kita sering melihat perempuan menjadi sasaran karena laki-laki akan menjadi normal, dan laki-laki akan menjadi laki-laki. Kalaupun itu kekerasan seksual, laki-laki akan menjadi laki-laki. Spektrumnya mulai dari mengalami catcalling dari usia muda hingga spektrum ekstrim,” kata Vita. Itu besar,” katanya.

Ketika terjadi peristiwa kekerasan, perempuan yang diduga sebagai korban, bukan pelaku, yang diinterogasi terlebih dahulu untuk memberikan pengakuan. Namun secara khusus, Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) No. Sejak diberlakukannya 12/2022, perubahan mulai terlihat.

“Ini merupakan satu langkah maju, namun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Yaitu bagaimana menerapkan hukum di dalam perusahaan. Penting sekali bagi perusahaan untuk memahami konsep gender dan gender berdasarkan kekerasan seksual.”

Bagaimanapun juga, kesadaran akan kesetaraan gender di dalam perusahaan harus dimulai dengan perubahan paradigma di dalam perusahaan itu sendiri, yaitu dengan menjadikan karyawan sebagai bagian dari investasi. “Jika korban menjadi tidak produktif karena takut atau depresi saat berinvestasi, maka perusahaan akan merasakan dampaknya,” ujarnya.

Sebaliknya, jika pelaku kekerasan dalam rumah tangga diketahui adalah seorang karyawan, maka secara tidak langsung dapat berdampak pada citra perusahaan. Oleh karena itu, dia yakin perusahaan bisa melakukan intervensi semaksimal mungkin untuk mencegah perilaku tersebut.

“Penjahat bisa hadir tidak hanya di rumah tapi juga di tempat kerja,” ujarnya. “Kita harus menyediakan ruang yang aman dan nyaman bagi karyawan lain untuk melakukan pekerjaannya.”

Selain itu, dalam UU TPKS disebutkan bahwa perusahaan wajib membentuk satuan tugas untuk menangani kejadian TPKS di tempat kerja. Menurut Wita, pelanggar akan dikenakan denda hingga Rp1,5 miliar. “Tetapi banyak bos tidak menyadari hal ini.”

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link