harfam.co.id, Jakarta – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menerapkan rencana pembatasan pembelian bahan bakar bersubsidi. Namun, pemerintah tidak pernah menandatangani aturan ketat tersebut.
Lalu apa kriteria pembatasan BBM bersubsidi dalam skema BPH Migas?
Anggota Dewan BPH Migas Saleh Abdurrahman mengaku telah mempelajari beberapa rencana sanksi. Beberapa referensi adalah jenis papan nama. Tergantung besarnya CC pada kendaraan, program ini dirancang untuk membatasi pembelian Bahan Bakar Jenis Khusus (JBKP) atau Perlite.
“Kita sudah atur seperti ini. Kalau semua mobil Pertalite label hitam tidak bisa pakai BBM JBKP, sekitar 21 juta pelanggan tidak termasuk mobil penumpang,” kata Saleh dalam talk show, Sabtu (13/7/2024).
Saleh mengatakan ada perhitungan mengenai penghematan volume yang digunakan. Pada saat yang sama, juga diperhitungkan nilai kompensasi yang dapat dihemat dari APBN.
“Kami menghitung ada 21 juta mobil yang berhasil diselamatkan. Jadi kalau setahun, berapa kompensasi yang bisa dihemat, kalau dihitung-hitung, katakanlah 6 bulan,” ujarnya.
Hal yang sama juga berlaku pada pembatasan penggunaan solar sebagai bahan bakar bersubsidi. Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya pembatasan pada mobil berlapis warna hitam. Kecuali truk pickup
“Ambil contoh energi matahari. Jangan gunakan semua lembaran hitam. Ini studi kasus apakah lembaran kuning, lembaran kuning, kecuali truk pickup, memperbolehkan penggunaan semua kendaraan berbahan bakar diesel, meskipun (mereka) membawa barang mewah. Misalnya,” ujarnya.
“Kita lakukan simulasi, perhitungan, kalau saja mereka bisa menghentikan ini. Apa yang pasti terjadi pada mereka yang membawa sembako? Bagaimana mitigasinya di lapangan? Apa risikonya?” Saleh menjelaskan.
Selain itu, Saleh mengatakan: Penelitian juga menyebutkan keterbatasan berdasarkan ukuran CC kendaraan. Kajian tersebut dilakukan oleh BPH Migas dan Pusat Kajian Energi (PSE) Universitas Gadja Mada.
“Itu salah satu pemikiran atau kajian kami, kalau benar itu oleh CC. Tapi sekali lagi kita belum tahu hasil akhirnya, ini yang akan saya sampaikan, ini hasil yang kita pelajari dengan PSE saat itu,” ujarnya.
“Itu kelas menengah. Kita bisa klasifikasikan CC. Kalau di bawah 1.400 cc misalnya masih boleh. Setelah itu tidak boleh dan sebagainya,” imbuh Saleh.
Namun rencana sanksi final masih menunggu hasil perubahan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. Peraturan tersebut disebut belum pernah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Sekali lagi dari BPH Migas, cara kita mengendalikan penggunaan JBKP adalah dengan mengendalikan konsumen penggunanya,” tutupnya.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menunggu keputusan akhir pemerintah mengenai batasan pembelian BBM bersubsidi, meski BPH Migas telah menerapkan beberapa mekanisme pembatasan.
Saleh Abdurrahman, Anggota Dewan BPH Migas, mengatakan aturan tata cara pembatasan BBM bersubsidi akan masuk dalam perubahan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. Pihaknya terlibat dalam penyusunan paket studi tersebut, namun masih menunggu keputusan akhir pemerintah.
“Pada dasarnya. Kami siap untuk setiap tindakan. Karena kita sudah memperhitungkannya,” kata Saleh dalam talkshownya, Sabtu (13/7/2024).
Namun, mereka menunggu keputusan pemerintah. Namun yang menjadi perhitungan Saleh, ia belum bisa memastikan apakah pembatasan tersebut akan dilakukan segera atau bertahap, namun potensi penghematan dari pembatasan pembelian BBM bersubsidi.
Yang pertama ini, saya belum tahu. Tapi kalau dihitung-hitung, berapa penghematannya kalau kita hapus?” itu? Perhitungannya sudah dilakukan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, untuk membatasi pembelian Pertalite, harus menunggu keluarnya revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014.
“Pertalight menjadi landasan regulasi jika aturan hukum harus dikeluarkan terlebih dahulu,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menolak pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang pada 17 Agustus lalu mengatakan pemerintah akan memberlakukan pembatasan pembelian bahan bakar.
“Belum ada pembatasan,” kata Arifin Tasrif saat ditemui di kantor Kementerian ESDM. Jumat (7/12/2024)
Arifin menegaskan, masih ada pembahasan lebih lanjut baik rencana maupun aturannya. Sebab, pemerintah ingin subsidi BBM disalurkan sesuai target.
“Subsidinya kita perketat dulu. Kami ingin mencapai tujuan kami. Jadi kita bisa gali lebih dalam lagi,” tuturnya.