harfam.co.id, Jakarta Kekerasan dalam rumah tangga adalah fenomena yang melibatkan tindakan atau perilaku merugikan secara fisik, emosional, atau psikologis yang dilakukan oleh seorang anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya. Hal ini sering terjadi dalam privasi keluarga dan dapat berdampak serius terhadap kesehatan dan kesejahteraan anggota keluarga yang terkena dampak.
Dalam buku Alternatif Solusi Masalah KDRT (2021) karya Ahmed Doni Mdianto, pengertian kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk kekerasan fisik, emosional, atau psikologis yang merupakan cara untuk mengontrol pasangan dalam kehidupan rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga mencakup berbagai jenis perilaku yang melanggar hak asasi manusia, termasuk kekerasan fisik seperti memukul, menendang atau melukai fisik, serta kekerasan emosional atau psikologis seperti penghinaan, ancaman atau isolasi emosional. Kekerasan dalam rumah tangga juga mencakup kekerasan seksual, seperti pemerkosaan atau pelecehan seksual, serta kekerasan ekonomi, seperti kendali salah satu anggota keluarga atas uang atau sumber daya untuk mengendalikan anggota keluarga lainnya. Masih banyak contoh kekerasan dalam rumah tangga yang perlu diwaspadai oleh seluruh lapisan masyarakat.
Berikut harfam.co.id kupas contoh kekerasan dalam rumah tangga beserta makna dan tipologinya, dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (17/04/2024).
Dalam buku Alternatif Solusi Masalah KDRT (2021) karya Ahmed Doni Mdianto, pengertian kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk kekerasan fisik, emosional, atau psikologis yang merupakan cara untuk mengontrol pasangan dalam kehidupan rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah istilah yang identik dengan kekerasan pada pasangan, sehingga banyak penelitian yang pada akhirnya berfokus pada kekerasan terhadap istri.
Secara umum, kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu pola perilaku dalam hubungan apa pun yang berbentuk pelecehan, ancaman, bahkan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan atau kendali terhadap pasangan. Hal ini tidak hanya terjadi antara suami dan istri, anggota keluarga lainnya juga bisa terkena kekerasan dalam rumah tangga, seperti anak.
Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berisiko menimbulkan gangguan kesehatan fisik, namun juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan mental bagi korbannya. Untuk itu setiap tindakan kekerasan harus dihentikan dan ditindak secara hukum agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Sedangkan menurut Komnas Perempuan, kekerasan dalam rumah tangga merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi pada ranah personal. Kekerasan ini sering terjadi dalam hubungan interpersonal, dimana pelakunya adalah orang yang dikenal baik dan dekat dengan korban, misalnya kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, dan kakek terhadap keponakan.
Terdapat beberapa jenis kekerasan dalam rumah tangga yang terdapat pada situs resmi pemerintah kabupaten Bantul, yaitu sebagai berikut: 1. Kekerasan emosional.
Pelecehan emosional terkadang dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk dibandingkan kekerasan fisik. Ada beberapa perilaku yang termasuk kekerasan emosional, seperti: Mengabaikan perasaan pasangan. Menghina seseorang dalam grup. Kritik terus-menerus. Mempermalukan pasangan Anda di depan umum. Pengusiran anggota terus menerus. Tinggalkan pasangan atau anak Anda. Mencegah pasangan mengakses kebutuhan dasar, seperti obat-obatan, makanan, dan bersosialisasi dengan orang lain. 2. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik merupakan salah satu jenis kekerasan yang seringkali paling mudah dikenali. Kekerasan ini lebih mungkin terjadi pada perempuan, namun tidak menutup kemungkinan laki-laki juga mengalami kekerasan fisik dalam keluarga. Ada beberapa perbuatan yang termasuk kekerasan fisik dalam kekerasan dalam rumah tangga, seperti: menendang, memukul, mendorong, mencekik, dan memotong. Melempar benda ke arah pasangan Anda. Menggunakan senjata tajam sebagai ancaman. pembunuhan. 3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah tindakan menyerang, menghina, atau merendahkan tubuh atau alat kelamin seseorang. Kondisi ini bisa menimbulkan masalah kesehatan mental jika tidak dihentikan. Terdapat berbagai jenis tindakan kekerasan seksual dalam rumah tangga, seperti: Mencegah penggunaan alat kontrasepsi. Pemaksaan dalam aktivitas seksual. Menuduh pasangan Anda melakukan pergaulan bebas. Memaksa pasangan untuk menonton pornografi. Memaksa pasangan untuk melakukan aktivitas seksual yang tidak diinginkan. 4. Penyalahgunaan finansial
Ada juga kekerasan finansial dalam keluarga. Bentuknya adalah: Memiliki semua rekening bank atas nama Anda. Periksa kapan Anda dapat menggunakan uang itu. Merampas hak suami untuk bekerja.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan permasalahan kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Berikut beberapa penyebab umum yang dapat kami identifikasi. 1. Faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga
Ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang dihadapi suami atau istri seringkali berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Persaingan antara suami dan istri untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan dapat menimbulkan gesekan yang pada akhirnya berujung pada kekerasan. Kebiasaan buruk seperti kecanduan alkohol atau obat-obatan juga dapat meningkatkan risiko perilaku kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, perasaan rendah diri dan ketidakmampuan pasangan dalam menghadapi stres menjadi faktor psikologis yang berperan dalam memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Perubahan besar dalam hidup, seperti penyakit atau kematian anggota keluarga, dapat menimbulkan tekanan emosional yang signifikan dan, dalam beberapa kasus, menyebabkan perilaku kekerasan. Faktor sosial budaya yang masih mempertahankan pandangan stereotip terhadap nilai dan peran suami istri dapat melegitimasi atau bahkan memperkuat praktik kekerasan dalam rumah tangga. Terakhir, kurangnya pemahaman mengenai kekerasan dalam rumah tangga, pengasuhan anak, dan isu gender juga mendasari tindakan kekerasan yang terjadi dalam keluarga. 2. Ketidaksetaraan gender dan persepsi tradisional
Kekerasan dalam rumah tangga seringkali terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, dimana pihak dominan cenderung menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mengontrol dan mempertahankan dominasi tersebut. Bentuk ketimpangan ini bermula dari konstruksi sosial dan persepsi tradisional yang memandang perempuan sebagai kelompok inferior secara budaya dan ekonomi. Ketidaksetaraan gender merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, sehingga menciptakan lingkungan yang memungkinkan perilaku kekerasan terus berlanjut, dari generasi ke generasi. 3. Ketergantungan ekonomi
Ketergantungan ekonomi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, terutama pada keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Konsep ketergantungan ekonomi muncul ketika pelaku kekerasan dalam rumah tangga menghalangi pasangannya untuk bekerja atau mengendalikan keuangan keluarga, sehingga korban menjadi bergantung sepenuhnya pada pelaku. Seorang korban yang terisolasi secara finansial mungkin merasa tidak berdaya untuk melarikan diri dari situasi yang penuh kekerasan.
Secara statistik, keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang rendah seringkali menunjukkan risiko kekerasan dalam rumah tangga yang lebih besar. Perempuan yang suaminya menganggur mempunyai risiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga, yang sering kali mencakup situasi ketergantungan ekonomi. Situasi ini memperparah para korban yang tidak hanya mengalami trauma psikologis akibat kekerasan dalam rumah tangga, namun juga tertindas oleh kesulitan keuangan yang menjadi kendala dalam mencari pertolongan dan perlindungan.
Upaya untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan seringkali tidak mudah. Ketergantungan finansial mungkin menjadi salah satu alasan untuk terus bertahan dalam situasi berbahaya ini.
Korban KDRT yang berusaha melarikan diri justru mengalami kekerasan yang lebih parah jika tertangkap. Pada pasangan heteroseksual, suami yang melakukan kekerasan sering kali tidak ingin istrinya mengambil anak mereka.
Semakin lama Anda berada dalam situasi kekerasan dalam rumah tangga, semakin besar bahayanya. Tidak hanya untuk diri Anda sendiri, tetapi juga untuk anak-anak Anda. Jika Anda sudah lama ingin lepas dari kehidupan yang penuh kekerasan dan stres, berikut langkah yang bisa Anda lakukan: Ceritakan kondisi Anda pada orang terdekat yang bisa Anda percaya. Pastikan pelaku tidak hadir saat Anda melaporkannya. Dokumentasikan cedera Anda dengan kamera dan simpan dengan hati-hati. Catatlah perilaku kekerasan yang Anda terima dan kapan hal itu terjadi. Hindari menghadapi kekerasan dengan kekerasan, karena hal ini dapat membuat pelakunya menjadi lebih ekstrim.
Jika Anda sudah mempunyai tekad yang kuat untuk bersiap keluar rumah, ada beberapa tips yang bisa Anda terapkan dengan cermat, antara lain: Siapkan tas yang berisi segala kebutuhan penting Anda. Bawalah dokumen pribadi penting seperti KTP, uang, dan obat-obatan. Letakkan tas Anda di tempat yang aman dan tersembunyi. Jika memungkinkan, gunakan nomor ponsel dan perangkat baru untuk berjaga-jaga jika tidak dapat dihubungi. Sebisa mungkin, ubah kata kunci akses email Anda dan hapus informasi pencarian apa pun yang Anda akses online. Anda tahu persis ke mana Anda akan pergi dan bagaimana menuju ke sana.
Selain itu, meskipun kekerasan dalam rumah tangga hanya terjadi dalam hubungan suami-istri dan tidak menimpa anak, namun anak yang menjadi saksi kekerasan berisiko menjadi individu yang senang melakukan kekerasan.
Anak yang sering menyaksikan kekerasan berisiko mengalami gangguan psikologis, perilaku agresif, dan rendah diri. Di Indonesia, Pasal 26 Ayat 1 UU KDRT menyatakan bahwa korban hanya dapat melaporkan tindak kekerasan dalam rumah tangga secara langsung kepada polisi.
Lebih lanjut, Pasal 15 UU KDRT mengatur bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui peristiwa kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya pencegahan tindak kekerasan dan memberikan bantuan, perlindungan, dan pertolongan dalam proses mencari perlindungan. . . .
Korban kekerasan dalam rumah tangga dapat melaporkan tindakan kekerasannya kepada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komnas Perempuan atau Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di kantor polisi.
Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikiater jika Anda mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Selain memberikan pengobatan terhadap luka fisik dan psikis yang Anda alami, dokter juga dapat memberikan konseling agar Anda dapat segera keluar dari situasi yang mengancam jiwa tersebut.