harfam.co.id, JAKARTA — Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendukung pengembangan produk rami yang menghasilkan serat kain dan benang. Merupakan bahan baku alternatif bagi industri tekstil.
“Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) berusaha melindungi industri TPT dan turunannya seperti konveksi, tekstil kita akan sulit bersaing dengan China yang melakukan produksi massal,” kata Teten dalam keterangan resmi, Sabtu ( 30/3/2024).
Jadi, lanjutnya, produktivitas ganja yang unggul berpotensi menjadi tumpuan perekonomian negara, khususnya industri tekstil dalam negeri.
Menurutnya, berbagai hal yang dilakukan CV Rabersa dalam pengolahan tanaman rami menjadi serat alam meski secara sederhana dilakukan melalui proses setara industri. Kualitas produk yang dihasilkan tidak kalah dengan pakaian yang ada di pasaran.
“Ekosistem industri ini harus dimodernisasi. Jika rami menjadi sumber serat nasional, maka serat rami akan menjadi bahan baku yang dihasilkan tanaman Indonesia yang melibatkan petani kecil di ladang, sehingga kemudian menjadi kekuatan ekonomi,” jelasnya. . .
Ditegaskannya, pada sektor hulu industri TPT bisa dikatakan lebih baik dibandingkan sektor hulu. Bahan baku tekstil belum banyak tersedia di Indonesia sehingga masih didukung oleh bahan baku impor.
“Ekonomi sirkular dari serat rami juga sangat besar. Daunnya bisa dijadikan pakan kambing atau domba, biomassa ternak bisa digunakan untuk pupuk organik, bulu domba juga digunakan untuk membuat benang wol, artinya zero waste. manfaat ekonomi tidak lagi dinikmati petani,” katanya
Saat ini, Indonesia juga sedang mempersiapkan busana muslim dengan berbagai event kelas dunia. Jadi menurutnya, jika tidak memiliki keunikan maka Indonesia akan sulit bersaing dengan negara lain di industri medium fashion global.
Maka, lanjutnya, untuk mendukung industri tekstil melalui pengembangan serat rami, Kementerian Koperasi dan Pemda Wonosobo berencana membangun Rumah Produksi Bersama (RPB) serat rami untuk mendukung industri tekstil. “Kami membutuhkan setidaknya sekitar 5.000 meter persegi yang akan dikelola secara koperasi multi pihak, untuk memudahkan kami mencari investor dengan fokus pada produk customized dan ketersediaan bahan baku,” jelasnya.
Tercatat pada Januari 2024, Barang Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia (kode HS 50-63) mengalami surplus (210 juta dollar AS). Meskipun secara keseluruhan TPT mengalami surplus, namun barang sutera (HS 50), wol (HS 51), kapas (HS 52), serat tekstil nabati (HS 53) masih mengalami defisit.