January 2, 2025
Kemendag Buka Suara soal Wacana Kemasan Rokok Polos

Kemendag Buka Suara soal Wacana Kemasan Rokok Polos

0 0
Read Time:2 Minute, 57 Second

harfam.co.id, Kementerian Perdagangan (Kemendag) DKI Jakarta buka suara soal rencana peluncuran rokok polos. Kebijakan ini dipandang sebagai hambatan perdagangan dan pengurangan hak pemilik merek. Selain itu, hal ini dapat menimbulkan kontroversi karena Indonesia pernah menentang undang-undang serupa di masa lalu.

Penerapan kebijakan kemasan rokok polos dapat melemahkan perjanjian perdagangan global, termasuk perjanjian yang diatur oleh WTO. Undang-undang ini bertentangan dengan beberapa pasal dalam Perjanjian Perdagangan Terkait Kekayaan Intelektual (TRIP Agreement), khususnya Pasal 20, yang melarang tindakan yang mempersulit penggunaan merek dagang. Selain itu, kebijakan tersebut juga diduga melanggar Pasal 2.2 Perjanjian Teknologi dan Perdagangan (TBT) yang mewajibkan negara-negara anggota untuk tidak membatasi perdagangan lebih dari yang diperlukan.

Angga Handian Putra, Pakar Perdagangan Kementerian Perdagangan, menjelaskan kebijakan kemasan polos merupakan tantangan serius bagi Indonesia. Ia menjelaskan, kebijakan ini harus dikaji secara matang agar tidak membatasi perdagangan dan hak pemilik merek.

“Meski kami tidak terlibat dengan pemerintah, kami berhubungan dengan departemen terkait di Kementerian Kesehatan yang membidangi hal ini. “Secara undang-undang, berarti kemasan tersebut melanggar hak cipta dan merek dagang,” jelasnya, Jumat (20/9/2024).

Indonesia, bersama dengan Honduras, Republik Dominika dan Kuba, telah menentang kebijakan kemasan rokok polos Australia di WTO pada tanggal 1 Juni di Jenewa. Paradoksnya, Kementerian Kesehatan kini berencana menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (RPermenkes) yang mengatur pungutan umum seluruh produk tembakau, termasuk rokok elektronik, berdasarkan PP No. 28/2024, baru saja disetujui.

Kemasan rokok standar terdiri dari kotak polos dengan peringatan kesehatan, tanpa merk atau merek, sehingga menyulitkan perokok untuk menemukan produk yang sesuai dengan seleranya.

Menurutnya, penggunaan merek ke depan perlu dikaji ulang, karena merek berperan sebagai pembeda produk tembakau, membantu konsumen dalam memilih produk premium dan non-premium, serta mencegah perdagangan ilegal dan palsu.

 

 

Menurut Juru Bicara Kretek Khoirul Afifudin, kebijakan kemasan polos menimbulkan kericuhan di pihak bea cukai dan eksportir saat penerapan pita cukai, karena Menteri Kesehatan tidak ingin ada larangan terhadap gambar peringatan kesehatan pada kemasan rokok. Padahal, pita cukai menjadi salah satu indikator penting apakah suatu produk rokok resmi atau palsu.

Artinya, kebijakan ini tidak hanya menyulitkan konsumen, namun juga membuka peluang bagi produk ilegal yang tidak memiliki tanda pidana atau menggunakan tanda pidana palsu. Pada akhirnya, upaya pemerintah untuk mengurangi peningkatan jumlah perokok melalui kebijakan ini tidak berhasil. Afif juga menjelaskan, kebijakan tersebut terkesan semakin memperbanyak rokok ilegal sekaligus menghancurkan rokok legal. 

“Jelas kebijakan ini dapat mengkhianati hukum, melanggar hak merek dan klaim pada kemasan rokok. Yang jelas, rokok ini memberikan kesan baik kepada penjual maupun konsumen untuk membeli produk palsu, padahal sebenarnya rokok tersebut adalah produk legal,” ujarnya. media. 

 

Afif melanjutkan, Kementerian Kesehatan tidak boleh hanya memikirkan persoalan rokok, apalagi persoalan kemasan produk. Padahal, PP 109/2012 sebelumnya telah mengatur informasi kesehatan pada kemasan rokok dengan peringatan 40%, terbukti efektif menurunkan jumlah perokok dari 9,1% pada tahun 2018 menjadi 7,4% pada tahun 2023 menurut Kesehatan Indonesia. . Studi (SKI) 2023. 

Namun industri medis belum puas dengan pencapaian ini. Meskipun jumlah peringatan kesehatan meningkat hingga 50 persen, namun mereka juga menyediakan kemasan normal, yang melebihi persyaratan saat ini dan bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, kebijakan ini secara implisit mengadopsi prinsip-prinsip Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang belum diratifikasi oleh Indonesia. 

Perlu diketahui, Industri Hasil Tembakau (IHT) memberikan kontribusi penting kepada masyarakat, pemerintah, usaha kecil, kecil, dan menengah (UMKM), serta masyarakat, termasuk sektor kesehatan. 

Afif menyimpulkan penerapan kemasan polos cenderung merugikan industri tembakau Indonesia dan mengancam pelaku industri alami yang mengandalkan desain kemasan. Oleh karena itu, masyarakat Kreta meminta diakhirinya pembahasan atas perintah Menteri Kesehatan dan PP no. 28 Tahun 2024 tidak dinyatakan lain. 

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link