harfam.co.id, Jakarta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendapat informasi adanya insiden perundungan di sebuah sekolah internasional di Serpong, Tangeran Selatan. KemenPPPA meminta polisi mengusut dugaan kasus perundungan di sebuah sekolah internasional di Tangsel (Tangsel), Provinsi Banten, yang salah satu pelakunya diduga adalah putra tuan rumah Vincent Rompies.
Wakil Direktur Perlindungan Khusus Anak di Kementerian Keamanan Publik mengatakan: “Polisi harus segera menyelidiki dan mencari tahu kebenaran masalah ini dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat diperiksa untuk mencegah lebih banyak pelanggaran hak-hak anak akibat kejadian ini. . “PPPA Naha kamu.
Karena kasus ini terjadi saat anak masih kecil, Nahal meminta agar kepentingan terbaik anak, baik korban maupun pelaku, diutamakan dalam penanganan kasus ini.
“Menjaga kepentingan terbaik anak adalah yang terpenting dan melindungi anak korban melalui penanganan fisik dan psikis yang cepat,” Nahar mengutip Antara, Selasa, 20 Februari 2024, terduga pelaku akan ditindak berdasarkan Undang-Undang Pelanggaran Terhadap Anak.
Nahar menyerukan agar para tersangka pelaku remaja diadili dengan Sistem Undang-Undang Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Anak-anak yang diduga melakukan kekerasan tetap harus diproses secara hukum berdasarkan SPPA, dengan tetap memperhatikan hak-hak anak sebagai pelaku kejahatan kekerasan terhadap anak,” kata Nahar.
Sebelumnya, kabar kejadian bullying di Sekolah Serpobinus santer tersebar di media sosial. Pihak sekolah saat ini sedang memanggil orang tua anak-anak yang terlibat. Termasuk panggilan ke Vincent Rompis.
Media sosial X (alias Twitter) ramai memberitakan kasus perundungan di Serpong sejak kemarin. Informasi tersebut diungkap akun menfes @tanyarlfes yang mengunggah foto dan cerita seputar bullying di sekolah.
Dalam kronologi yang diunggah, perundungan merupakan bagian dari subkultur geng remaja di sekolah. Aksi perundungan tersebut diduga bukan terjadi di sekolah, melainkan di toko dekat sekolah.
“Kelompok remaja ini nongkrong di toko kecil di belakang sekolah. Mereka berkumpul di toko setiap hari sepulang sekolah untuk melakukan kegiatan menyimpang yang mungkin mengandung unsur kriminal seperti kekerasan, merokok di bawah umur, dan rokok elektrik.” dimulai di Tekno harfam.co.id.
Di geng remaja, para tetua mengendalikan semua orang di geng, dan ini telah terjadi selama beberapa generasi.
Ceritanya juga menyebutkan bahwa para senior akan merekrut anggota geng dari junior dan memberi mereka berbagai hadiah. Mulai dari tawaran bergabung dengan geng, tempat parkir dekat sekolah, hingga status di sekolah.
Remaja laki-laki di sekolah dianggap berpangkat tinggi jika bisa bergabung dengan geng.
Namun banyak syarat yang harus dipenuhi untuk bisa bergabung dengan geng ini. Misalnya, siswa yang lebih muda harus membeli makanan dan mengikuti perintah. Tak lupa juga disebutkan bahwa anak muda yang ingin bergabung dengan geng harus menjalani hukuman fisik.