harfam.co.id, JAKARTA – Pemerintah resmi membatalkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) pada tahun ini. Pemerintah kini diminta untuk merumuskan kebijakan jangka panjang, khususnya terkait pengelolaan anggaran, untuk memastikan layanan pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi terjangkau dan berkualitas tinggi.
“Kami mengapresiasi keputusan pemerintah yang membatalkan kenaikan UKT di beberapa perguruan tinggi negeri. Kami berharap keputusan ini mengarah pada kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan yang komprehensif, dibandingkan kebijakan jangka pendek seperti skema pinjaman mahasiswa,” Ketua Komisi X DPR RI Saiful kata Huda, Selasa (28/5/2024).
Pinjaman pelajar adalah program pinjaman pendidikan tinggi untuk pelajar. Dalam skema ini, siswa diberikan pinjaman untuk membayar biaya sekolah mereka. Siswa harus membayar kembali pinjaman setelah lulus dan mulai bekerja. Konsep ini digunakan oleh banyak negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Perancis dan Korea Selatan.
Huda tidak sependapat dengan pemerintah yang mengembangkan program pinjaman mahasiswa sebagai solusi jangka panjang pembiayaan pendidikan tinggi di Indonesia. Solusinya, kata dia, tetap membebani biaya pendidikan pada siswa dan orang tuanya.
“Kami tidak setuju bahwa pinjaman mahasiswa adalah solusi jangka panjang untuk membiayai pendidikan tinggi.” Pertama, kita harus memastikan alokasi APBN maksimal 20 persen mendukung biaya layanan pendidikan di Indonesia. Selain itu, perlu diciptakan lingkungan usaha yang kompatibel dengan PTNBH, jika tidak ada solusi lain, pinjaman mahasiswa bisa dijadikan pilihan terakhir,” ujarnya.
Hooda mengatakan keputusan penghapusan UKD merupakan sikap rasional yang diambil pemerintah. Ia mengatakan, harus diakui kenaikan UKT di banyak PTN terlalu tinggi dan tentunya akan membebani mahasiswa.
“Pertumbuhan UKT rata-rata berkisar antara 100 persen dan 300 persen di banyak universitas negeri. “Meski kenaikannya berdasarkan Permentikbudristek No 2/2024, namun hal itu mewakili perubahan standar satuan belanja operasional pendidikan tinggi di PTN,” ujarnya.
Politisi PKB ini mengatakan, langkah pemerintah mendorong PTN menjadi badan hukum dengan harapan bisa menggalang dana pihak ketiga merupakan langkah cerdas. Namun langkah tersebut menjadi bumerang karena kewenangan manajemen PTN untuk menghimpun dana dari pihak ketiga melegitimasi perlunya penggalangan dana dari orang tua siswa melalui skema UKT.
“Tujuan PTNBH memperoleh pendanaan dari pihak ketiga adalah untuk mengikuti langkah-langkah menciptakan lingkungan bisnis yang baik bagi PTN, misalnya perusahaan Indonesia dapat bekerjasama dengan PTN sebagai mitra penelitian dan pengembangan bisnis.” “Jika ekosistem ini tidak tercipta, pengelola PTN akan menjadikan mahasiswa sebagai komoditas,” ujarnya.
Meski ekosistem bisnis PTNBH belum terbentuk, Hooda mengatakan ada baiknya pemerintah mengoptimalkan 20 persen anggaran APBN untuk pendanaan pendidikan. Pada tahun 2025, anggaran pendidikan berkisar antara 708 triliun hingga 741 triliun rubel.
“Tahun 2025 anggaran pendidikan meningkat dari APBN. “Dengan perbaikan dan pengetatan alokasi anggaran pendidikan, kami yakin dana hibah untuk pendidikan tinggi akan semakin meningkat,” kata Huda.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbutristek) memastikan kenaikan UKT di berbagai PTN tidak akan dilaksanakan pada tahun ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadi Anwar Maharim mengatakan pembatalan tersebut diputuskan setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya bertemu dengan Presiden dan beliau menyetujui pembatalan kenaikan UKT. Kedepannya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengevaluasi kembali permohonan UKT dari seluruh PTN,” kata Nadiem kemarin.