harfam.co.id, Pemerintah Jakarta mendukung penggunaan biomassa berbasis kayu dalam transisi energi. Hal ini dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat karena menyangkut pengadaan bahan baku.
Nani Hendiarti, Wakil Kepala Bidang Koordinasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Koordinator Marves, mengatakan Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan mengemban tugas koordinasi, koordinasi dan pengendalian dalam mencapai target hayati berbasis kayu negara.
“Oleh karena itu, penting untuk melaksanakan serangkaian kegiatan pemberdayaan, sosialisasi, dan advokasi kebijakan untuk menerapkan standar produk biomassa kayu dari sumber yang lestari dan lestari,” kata Nini, Senin (25/03/2024).
Selain itu, Kementerian Koordinator Bidang Kelautan dan Perikanan turut aktif dalam mendorong terbitnya Keputusan Kementerian ESDM Nomor 12 Tahun 2023 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) pada PLTU sebagai bahan bakar campuran.
Keputusan menteri tersebut disampaikan pada COP 28 di Dubai bulan Desember lalu, dan segera setelah nota kesepahaman ditandatangani antara PT PLN EPI dan pemasok biomaterial.
“Hal ini menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia serius dalam upaya mengubah industri berbasis batu bara menjadi energi terbarukan,” jelas Nani.
Nani menambahkan, pemanfaatan biomassa kayu berasal dari reklamasi lahan kritis dan terdegradasi yang dilakukan banyak perusahaan kehutanan. Oleh karena itu, menurutnya, pengembangan ekonomi sirkular memerlukan upaya bersama antara pemerintah, BUMN, dan masyarakat terkait.
PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) merupakan anak perusahaan PLN yang bertugas menyuplai energi pada sektor ketenagalistrikan, dan juga berkomitmen memperkuat ekosistem hayati dengan menyediakan bahan baku bagi masyarakat.
Penggunaan biomassa merupakan bukti signifikan komitmen PLN untuk meningkatkan bauran EBT negara sebesar 23% pada tahun 2025, kata Ivan Agung Fortantara, CEO PLN EPI.
Ivan mengatakan Indonesia menerapkan kebijakan penggantian co-firing biomassa sebagai langkah konkrit untuk memenuhi target NZE dalam mengurangi emisi karbon dioksida pada tahun 2060 atau lebih awal.
Menurut Ivan, co-firing biomassa juga akan berperan penting dalam mempercepat transisi energi yang mencapai 3,6% dari total target EBT untuk energi bersih pada tahun 2025.
Ivan melanjutkan, keunggulan biomass co-firing adalah biaya listrik (LCOE) yang paling rendah dibandingkan EBT lainnya. Komunitas lokal juga berperan penting dalam menyediakan bahan baku biologis.
Upaya penyediaan bahan baku biomassa sebagai sumber energi serbaguna juga mendapat dukungan dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hemengkubuwono X yang mewakili Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Inisiatif yang diprakarsai Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dan PLN Energi Primer Indonesia ini sangat penting dan strategis. Kemitraan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat merupakan kunci dalam krisis energi ini. Kemitraan pemerintah-swasta yang kuat mendorong inovasi dan investasi. Pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk memperkuat sistem energi kita,” kata Sri Sultan Hamengkubowono X.
Koordinator Pengelolaan Hasil Hutan dan Jasa Lingkungan Mohamad Siradj Parwito mengatakan biomassa kayu Indonesia berasal bukan dari deforestasi, melainkan dari reklamasi lahan terdegradasi. Hal ini dikembangkan lebih lanjut untuk menciptakan ekosistem ekonomi sirkular yang rendah karbon dan tanpa limbah. Contohnya adalah Desa Ekonomi Hijau yang dikembangkan bersama PT PLN EPI,
Sementara itu, Kepala Bidang Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, beberapa program dengan biaya produksi yang kompetitif perlu segera diwujudkan untuk memenuhi target penurunan emisi NDC 2030 dan NZE 2060.
“Co Firing Biomass di PLTU merupakan salah satu quick win paralel yang menunggu teknologi dan kemampuan industri energi terbarukan lainnya. Program ini akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan menciptakan nilai ekonomi sirkular hijau karena akan melibatkan banyak UKM dibandingkan energi terbarukan lainnya. sumber. dikatakan.
Aris menjelaskan bagaimana potensi pemanfaatan bahan baku tercipta. Mulai dari berbagai limbah pertanian, perkebunan, perkayuan, kehutanan, sampah dan limbah penggunaan lahan.
“Potensi ini sangat luas dan akan menyediakan setidaknya 10 juta ton biomassa untuk memenuhi kebutuhan, namun harus mendukung mandat Kementerian Infrastruktur untuk sumber daya hayati yang berkelanjutan dan berkelanjutan,” kata Aris.
Ia mencontohkan PLN EPI bermitra dengan Kesultanan Yogyakarta untuk mengembangkan kawasan ekonomi hijau yang mendukung NZE, ESG, dan SDGs. Co Pembakaran biomassa dalam hal ini memberikan nilai terbesar dalam penyediaan bahan baku dan pengolahan bahan baku berbasis bio bagi usaha kecil, menengah dan mikro, ujarnya.
“Lebih dari 85% biaya produksi berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar UKM dan usaha kecil lainnya,” ujarnya.
Efisiensi yang lebih besar dalam pengembangan biomassa memerlukan dukungan dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan dan elemen. Selain itu, penghitungan karbon di bagian hulu dari ekosistem biologis masih perlu distandarisasi.
“Kita juga memerlukan dukungan Kementerian Keuangan untuk penurunan PPN atas penyediaan biomassa yang meliputi dukungan terhadap perekonomian nasional, dukungan kompensasi/APBN, dan sistem pembiayaan usaha mikro/kecil,” kata Aris.