JAKARTA – Meluasnya eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah diyakini berdampak pada proses pemulihan perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Faktanya, perang baru antara Iran dan Israel mengancam akan mendorong harga minyak global kembali hingga $100 per barel.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia TBK David E. Sebelum terjadi eskalasi atau ketegangan di Timur Tengah, pasar sebenarnya sedang melihat perubahan yang cukup mendasar dalam kemungkinan kebijakan suku bunga oleh The Fed (bank sentral AS) di masa depan, kata Sumual.
“Sebelumnya pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga pada pertengahan tahun, namun sepertinya hal tersebut akan berubah pada bulan Mei hingga September, namun sebenarnya perkiraan saya adalah, misalnya, pada pertengahan tahun jika geopolitik di timur memanas, tahun depan bisa saja bergerak lagi,” jelas David dalam komentar pasar BEI, Rabu (17 April 2024).
David menambahkan, situasi terkini telah memperburuk situasi. Iran diyakini telah menyerang Israel akhir pekan lalu, dan beberapa mata uang naik tipis, termasuk harga minyak.
David berkata: “Pasar telah merasakan bahwa ketegangan akan meningkat setelah serangan Israel terhadap konsulat Damaskus, yang sudah diperkirakan sebelumnya, sehingga pasar mengambil tindakan terlebih dahulu.”
Jadi yang belum ada di pasaran adalah bagaimana Israel akan bereaksi, jenis serangan apa yang akan dilancarkannya, apakah akan melakukan pembalasan terhadap Iran dan seberapa besar serangan yang akan dilakukan. Selanjutnya, bagaimana reaksi Iran? Skenario terburuknya adalah memblokir Selat Hormuz, yang membawa sekitar 70% minyak dunia.
Meski begitu, David mengatakan yang mengejutkan adalah perekonomian global relatif sehat pada kuartal pertama, dengan pertumbuhan AS masih sesuai dengan ekspektasi dan Tiongkok kemarin mengumumkan bahwa negara tersebut dapat tumbuh 5,3% pada kuartal pertama.
“Itu mengalahkan ekspektasi pasar. Amerika juga merilis data penjualan ritel kemarin, yang mengalahkan ekspektasi, sehingga inflasi di Amerika masih kuat. Ya, sudah 3,5% selama tiga bulan berturut-turut. Kalau inflasi AS lebih tinggi dari ekspektasi pasar, Artinya masih sangat kuat di awal tahun,” jelasnya.