harfam.co.id, Jakarta, Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Indonesia (PBID) Mohamed Adib Khumaidi mengatakan, jika pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan dan keselamatan dokter di perbatasan, kepulauan, terpencil dan terpencil, banyak pekerja medis ingin bekerja di bidang ini. Jadi tidak perlu mendatangkan dokter asing untuk memenuhi kekurangan di daerah.
Jika negara bisa memperhatikan aspek kesejahteraan dan memberikan keadilan, maka jawabannya bisa ditemukan tanpa harus mempertahankan dokter asing sesuai kebutuhan, kata Adib melalui media online, 9 Juli 2024.
Selain kesejahteraan, Adib optimis akan semakin banyak dokter yang mau bekerja di daerah terpencil selama pemerintah fokus pada jalur karir, insentif, dan dukungan keamanan.
“Saya yakin kita punya banyak teman-teman dokter yang mau ditempatkan di tempat yang diperlukan. Tapi kita harus fokus pada jenjang karir, promosi, dukungan keamanan di tempat-tempat yang membutuhkan dukungan keamanan,” kata Adeeb.
70 persen dokter di Jawa dan Bali
Adib mengatakan, kesenjangan dokter di Pulau Jawa sangat besar dibandingkan daerah lain. Setidaknya 70 persen dokter berada di Jawa dan Bali. Pada tahun 2022, proporsi dokter spesialis di Papua sebesar 0,69 per 10.000 penduduk. Saat ini DKI memiliki 6,3 dokter spesialis per 10.000 penduduk
“Kalau kita lihat di Jawa, rasio dokternya sangat jauh dibandingkan daerah lain. Tentu ini harus disikapi bersama-sama,” kata Adib.
Adib bertanya-tanya apakah dokter asing ingin bekerja di daerah terpencil di masa depan, yang kekurangan dokter.
Hal senada juga diungkapkan oleh Dr Iqbal Mochter, Ketua Klaster Medis dan Kesehatan Asosiasi Internasional Ilmuwan Indonesia. Ia menduga dokter-dokter di luar Indonesia mau ditempatkan di lokasi terpencil atau terpencil.
Iqbal mengatakan, “Saya tidak yakin program mendatangkan dokter asing dapat memenuhi tujuan yang diharapkan, yaitu kehadiran dokter asing dapat mengatasi kekurangan dokter spesialis di Indonesia.”
IDI tidak bergantung pada kehadiran dokter asing Meski demikian, IDI meminta pemerintah memberikan persyaratan yang lebih ketat bagi dokter asing untuk berpraktik di Indonesia.
“Setiap negara punya hukum internal yang harus dipatuhi. Artinya Indonesia juga punya hukum internal untuk melindungi warga negaranya,” kata Adib.
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah penilaian administrasi, penilaian kompetensi yang dilakukan oleh masing-masing panel, dan penguasaan bahasa Indonesia yang baik, mampu berkomunikasi dengan petugas kesehatan dan pasien.
Iqbal juga mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati sebelum mengizinkan dokter asing berpraktik di Indonesia. Ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan
“Kita perlu berdiskusi dan bertanya kepada dewan dan pemangku kepentingan terkait,” kata dokter yang kini berpraktik di Qatar itu.
Iqbal mempertanyakan alasan samar pemerintah Indonesia mendatangkan dokter asing. Iqbal juga menyarankan, jika Indonesia kekurangan dokter, sebaiknya diperjelas dokter spesialis mana yang dibutuhkan dan di bidang apa.
Dengan kata lain, sebelum program tersebut dilaksanakan, Kemenkes memerlukan peta yang memadai, dokter mana saja yang dibutuhkan, wilayah mana saja yang dibutuhkan, berapa jumlah yang dibutuhkan? kata Iqbal.
Iqbal pun mempertanyakan dokter asing yang datang untuk melayani masyarakat umum atau masyarakat kelas atas. Menurut dia, jika pemerintah mempekerjakan dokter asing yang berkelas atau berkemampuan ekonomi tinggi, menurutnya tidak perlu karena mereka bisa ke luar negeri untuk menemui dokter tersebut.
“Tetapi untuk masyarakat umum, saya bertanya, apakah para dokter asing ini bersedia membayar gaji standar BPJS? Apakah mereka bersedia melayani pasien dalam jumlah besar?”