harfam.co.id, Jakarta – Seiring bertambahnya usia, fungsi otak bisa menurun sehingga meningkatkan risiko terkena penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, penyakit Alzheimer adalah salah satu bentuk demensia yang paling umum, ditandai dengan kerusakan progresif pada sel-sel otak dan mengakibatkan gangguan pada memori, berpikir dan perilaku.
Kabar baiknya, penelitian menunjukkan bahwa kita dapat menjaga kesehatan otak dan mengurangi risiko penyakit Alzheimer dengan terus belajar dan melatih otak melalui pendidikan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Gia Pandhita S, M.C.S., SP. Ann, seorang ahli saraf pada acara diskusi media untuk mengetahui penyakit Alzheimer, penyakit yang sering menyerang lansia pada 13 Juni 2024 di Jakarta.
“Semakin tinggi pendidikannya, maka semakin rendah risiko terkena Alzheimer sekitar 7 persen,” kata Gee.
Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan suatu kesempatan dimana seseorang dapat menambah pengetahuannya terhadap hal-hal baru yang dapat terus merangsang intelektualitasnya.
Pendidikan yang dimaksud tidak hanya terfokus pada pendidikan formal, tetapi juga pendidikan non-formal yang diperoleh di luar sekolah. Selama otak terus digunakan untuk berpikir, risiko penyakit Alzheimer pun akan menurun.
“Pada dasarnya otak digunakan. Kalau tidak dimanfaatkan maka akan hilang, otak kita mengecil. Gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat sehingga bisa merangsang otak,” kata Ji.
Selain terus menstimulasi otak Anda dengan belajar, ada beberapa langkah lain yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi risiko terkena penyakit Alzheimer.
“Ada dua cara, kita mengurangi hal-hal yang merusak otak dan kita meningkatkan hal-hal yang dapat merangsang otak untuk mencegah penyakit Alzheimer,” jelas Gee.
Hal-hal yang dapat merusak otak dan sebaiknya dihindari antara lain: Diabetes Hipertensi Cedera kepala Merokok Polusi udara Obesitas Depresi Alkohol Gangguan pendengaran
Sedangkan hal-hal yang dapat menstimulasi otak dan perlu ditingkatkan antara lain: olah raga, sosialisasi, pendidikan tinggi
Dr Gee menjelaskan, ada 10 gejala umum penyakit Alzheimer yang bisa dikenali sejak dini. Masalah ingatan: Gejala ini bisa muncul dalam bentuk pertanyaan dan cerita yang sering muncul. Sulit berkonsentrasi: Dalam beraktivitas sehari-hari, penderita gejala Alzheimer akan banyak melakukan kesalahan karena sulit berkonsentrasi. Kesulitan melakukan aktivitas yang biasa dilakukan: Hal-hal yang tadinya merupakan hobi atau kebiasaan menjadi sulit dilakukan. Disorientasi: kebingungan dalam mengenali situasi yang seharusnya mudah. Kesulitan persepsi spasial: kebingungan dalam mempersepsikan lingkungan sekitar dan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengingat arah dan mengenali lokasi yang telah diketahui sebelumnya. Gangguan komunikasi: Kesulitan memahami makna percakapan dan mulai melupakan kosa kata. Salah menaruh barang: terjadi pada kasus ekstrim, misalnya memasukkan kunci mobil ke dalam lemari es. Membuat keputusan yang salah: Gangguan berpikir berdasarkan pengalaman dapat menyebabkan pasien mengambil keputusan yang salah dan tidak rasional. Penarikan sosial: Tidak mau ikut serta dan bersosialisasi. Perubahan perilaku dan kepribadian: mungkin menjadi lebih curiga, cemas, dll.
Saat ini penyakit Alzheimer belum bisa disembuhkan sepenuhnya, namun perkembangannya hanya bisa dihentikan agar tidak bertambah parah.
“Selama ini teknologi yang ada hanya bisa disebut ‘interupsi’ yang mengendalikan gejala. Tapi tidak bisa menyembuhkannya,” kata Gee.
Pasalnya, penyakit Alzheimer terjadi akibat degenerasi atau penuaan pada otak, sehingga otak menjadi semakin kering, dan belum ada pengobatan atau teknologi yang dapat membalikkan kondisi tersebut.
Dokter hanya bisa berusaha mengurangi gejala Alzheimer agar tidak bertambah parah.