December 21, 2024
Wamen Investasi Siapkan Insentif Bea Masuk untuk Impor Pertanian

Wamen Investasi Siapkan Insentif Bea Masuk untuk Impor Pertanian

0 0
Read Time:4 Minute, 42 Second

harfam.co.id, Jakarta – Wakil Menteri Investasi Yuliot menjelaskan rencana pemerintah memberikan peluang impor bagi perusahaan pertanian. 

Yuliot mengatakan kebijakan tersebut harus diterapkan untuk mendukung program ketahanan pangan dan energi yang saat ini ada di Merauk. Melalui pengembangan perkebunan tebu yang terintegrasi dengan industri gula, bioetanol, dan energi. 

Pembebasan bea masuk sektor pertanian terutama ditujukan untuk mekanisasi pertanian perkebunan dalam rangka ketahanan pangan dan energi.

“Tidak ada peluang untuk mengimpor mesin dan peralatan untuk sektor pertanian. (Saat ini) kita harus melalui mekanisme biasa dan membayar pajak impor. Padahal, kebutuhan kita ke depan terutama untuk pengembangan ketahanan pangan dan ketahanan energi. Sektor pertanian adalah sektor yang harus kita masuki,” kata Yuliot, Sabtu (20/7/2024).

Sementara itu, Yuliot juga membeberkan perkembangan investasinya di perkebunan tebu dan industri gula Merauke. Pihaknya saat ini tengah mengupayakan pengembangan Tebu Blok 3 di Kabupaten Merauke yang memiliki luas 2 juta hektare. 

“Dalam pendirian industri gula klaster III ini akan dibangun 5 pabrik dan diharapkan terintegrasi dengan bioetanol. Perusahaan pengelola telah menyiapkan infrastruktur dan pendanaan untuk pelatihan di Kabupaten Merauke sehingga masyarakat setempat dapat dapat berpartisipasi. .” katanya  

“Selain itu, juga dibangun Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) yang bekerja sama dengan Sugar Research Australia (SRA),” tambah Yuliot.

Melihat perkembangan investasi yang terus dilakukan, Yuliot mengapresiasi keseriusan perseroan dalam melaksanakan rencana tersebut.

Standar yang disiapkan jauh lebih baik dibandingkan fasilitas di Australia. Jadi kita lihat ada keseriusan dari pihak perusahaan yang mengoperasikannya, ujarnya.

Total rencana investasi perkebunan tebu di Merauke, Papua Selatan, Swasembada Gula dan Bioetanol Klaster 3 adalah USD 5,62 miliar atau Rp 83,27 triliun. 

 

 

Investasi tersebut berupa perkebunan tebu dengan teknologi mekanisasi pertanian senilai Rp29,2 miliar, pembangunan 5 pabrik gula dan bioetanol senilai Rp53,8 miliar, pembangunan pusat pelatihan sumber daya manusia senilai Rp120 miliar, serta fasilitas riset dan inovasi. Rp 150 miliar per tahun. 

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2024 (Keppres) tanggal 19 April 2024 di Kabupaten Merauke, Papua Selatan tentang Gugus Tugas Percepatan Kemandirian Gula dan Bioetanol, gugus tugas ini dibentuk untuk memfasilitasi investasi gula. Listrik biomassa mengintegrasikan produk tebu pada industri gula, bioetanol dan pembangkit listrik di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. 

Terdapat lima klaster wilayah dengan luas total lebih dari 2 juta ha yang akan menjadi wilayah pengembangan swasembada gula bioetanol secara komprehensif. Klaster 1 dan 2 luasnya sekitar 1.000.000 ha, klaster 3 seluas 504.373 ha, dan klaster 4 seluas 400.000 ha.

Sebelumnya, ekonom Institute for Economic and Financial Development (INDEF) menyoroti kesediaan pemerintah untuk mengenakan pajak impor tambahan pada beberapa barang impor. Salah satunya adalah bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap impor keramik. 

Rencana penerapan kebijakan bea masuk antidumping ini muncul setelah Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) menyarankan BMAD mengimpor ubin keramik dari China dengan tarif maksimal 199,98 persen.

Imaduddin Abdullah, Direktur Kerja Sama Internasional INDEF, menilai kebijakan BMAD yang berlebihan dan tanpa dukungan data yang kuat akan kontraproduktif terhadap upaya menciptakan industri dalam negeri yang berdaya saing dan mampu bersaing secara global. 

Menurut dia, penelitian menunjukkan bea masuk yang berlebihan tidak efektif karena dapat menyebabkan pengalihan perdagangan. Oleh karena itu, impor dari negara non-BMAD terus meningkat. 

“Selanjutnya, pengenaan BMAD yang berlebihan akan menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen yang pada akhirnya merugikan kesejahteraan konsumen,” kata Imaduddin kepada harfam.co.id, Rabu (17/7/2024).

Fakta pemberian BMAD oleh AS pada produk impor China tidak mengurangi jumlah impor keramik itu sendiri. Malah impor dari India dan Vietnam justru meningkat, imbuhnya.

Sementara itu, Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi INDEF, mengatakan hasil analisis yang dilakukan KADI untuk merekomendasikan BMAD tidak kuat dan juga kurang mendesak karena beberapa alasan.

Data laporan KADI menyebutkan impor ubin keramik cenderung turun 9,55 persen seiring dengan impor dari China yang turun 0,56 persen. 

Pada saat yang sama, penjualan perusahaan dalam negeri pemohon meningkat 0,12% menjadi 22,19%. Di sisi lain, industri keramik dalam negeri juga sedang dalam fase ekspansi dengan produksi tumbuh 4,52 persen dan arus kas positif.

Sementara kapasitas terpasang cenderung meningkat 15,74 persen, meskipun penjualan dalam negeri cenderung meningkat 12,02 persen. 

“Berbagai data yang tersaji dalam laporan KADI benar-benar menunjukkan bahwa industri keramik belum berada pada fase cedera,” tambah Andry.

Andry juga mempertanyakan hasil survei dan pengenaan BMAD dibandingkan hasil Mei yang BMAD berkisar 6,61 hingga 155,48 persen, sedangkan hasil KADI berkisar 100,12 hingga 199,88 persen. 

Besaran angka tersebut patut dipertanyakan dan KADI harus bisa memberikan penjelasan secara transparan, tutupnya. 

 

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengumumkan tujuh perusahaan ubin keramik tutup usaha atau bangkrut. Hal ini merupakan dampak dari kenaikan harga gas dan tingginya impor dari Tiongkok.

Hal tersebut disampaikan Ashady Hanafie, Ketua Kelompok Kerja Pengembangan Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian, pada diskusi INDEF Uji Coba Rencana Kebijakan Keramik BMAD yang digelar di Jakarta, Selasa (16/07/2024).

“Jadi mulai parah karena industri keramik kita turun turun karena harga gas naik, jadi sebelum 2015 kita sukses, daya saing kita tinggi, padahal utilisasinya 90 persen, lalu turun terus, kita daya saing rendah, harga tidak bisa bersaing, dan impor yang murah memperburuk keadaan,” kata Ashady.

Mengutip pemaparannya, Ashady memperkirakan lonjakan impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri, khususnya dari China, berdampak pada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang menghentikan produksinya.

Oleh karena itu, pada tahun 2016, Kementerian Perindustrian akhirnya bergerak untuk mendorong pembentukan hambatan perdagangan internasional melalui trade compensation, seperti tarif protektif impor (BMTP) dan tarif impor anti dumping (BMAD) untuk melindungi produk dalam negeri. . industri keramik

Berikut daftar tujuh perusahaan ubin keramik yang menghentikan produksinya: PT Indopenta Sakti Teguh PT Industri Multikeramik Indoagung Asosiasi PT Keramik Indonesia – Cileungsi PT KIA Serpih Mas – Cileungsi PT Ika Maestro Industri PT Industri Keramik Selamat Jaya PT Maha Keramindo Pera   

 

 

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link