December 9, 2024
Wisatawan Australia Keluhkan Ubud yang Tak Seperti Dulu, Dianggap Lebih Buruk dari Canggu

Wisatawan Australia Keluhkan Ubud yang Tak Seperti Dulu, Dianggap Lebih Buruk dari Canggu

0 0
Read Time:3 Minute, 26 Second

harfam.co.id, Jakarta – Ubud sebagai salah satu tempat liburan wisata di Bali menjadi ‘mimpi buruk’ bagi wisatawan Australia yang ingin berkunjung ke kawasan tersebut. Hal tersebut diungkapkan beberapa orang melalui media sosial yang menganggap Bali sibuk dan ramai.

Dikutip dari Daily Mail, Minggu (5/5/2024) Wisatawan mengungkapkan kekesalannya terhadap Bali setelah dinilai terlalu padat dikunjungi wisatawan. Salah satu daerah yang dinilai paling banyak mengalami perubahan akibat masuknya pendatang adalah Ubud.

Ubud terletak di tengah Bali di antara perbukitan yang subur dan terkenal dengan wisata budaya dan alamnya yang kental. Di sini wisatawan dapat menemukan hutan hujan tropis, akomodasi mewah, pasar tradisional, kuil, dan sawah yang luas.

Namun keindahan tersebut mengundang jutaan wisatawan untuk menikmati pesona keindahan Bali dan dianggap membuat wajah kawasan ‘semrawut’ tersebut. Wisatawan mengeluhkan Bali tak lagi mewah bahkan penuh kemacetan.

“Apa yang terjadi dengan Ubud? Saya tiba sore ini dan sangat kecewa dengan kemacetan dan banyaknya orang di sini,” tulis seorang wanita di Reddit.

Wanita tersebut mengaku terakhir kali mengunjungi Ubud pada 14 tahun lalu dan tak ingat betapa ramainya kawasan tersebut. Sesampainya di bulan April, ia mengakui bahwa kondisi Ubud kini jauh lebih buruk dibandingkan Canggu yang terkenal bising.

Banyak turis Australia lainnya yang sependapat dengan wanita ini. Diakui salah satu dari mereka, saat ke Ubud, ia mendapat pengalaman kurang menyenangkan karena tidak bisa menikmati atraksi budaya yang ia harapkan karena dihadang massa dalam jumlah besar.

Wisatawan lain mengatakan hotel mereka menawarkan layanan antar-jemput ke pengunjung pusat kota, namun layanan tersebut harus dihentikan selama bulan-bulan puncak perjalanan karena kemacetan.

“Kami pertama kali pergi ke Ubud pada bulan Agustus 2017, jadi saat itu sedang high season dan lalu lintas sangat buruk. Lalu kami pergi ke sana pada bulan Februari tahun ini (2024) dan lalu lintas di low season lebih buruk daripada Agustus 2017!” Pelancong itu menulis.

Turis yang tidak diketahui identitasnya mengatakan sopir hotel tidak dapat mengantar tamu ke pusat Ubud selama liburan bulan Juni, Juli dan Agustus karena lalu lintas padat. “Ini benar-benar gila,” katanya. 

Banyak yang berkomentar bahwa para wisatawan ini sebaiknya menjauh dari kawasan selatan Bali yang sibuk. Beberapa menyarankan menuju utara untuk menemukan ‘Ubud tersembunyi’ yang menawarkan nuansa serupa dengan kawasan wisata terkenal ini.

“Naik taksi 20 menit ke utara dan coba kawasan sekitar Tegallalang. Seperti Ubud 20 tahun lalu,” saran seseorang.

“Aku jaraknya 3 km, pergi ke pusat kota (pusat kota) hanya jika perlu,” yang lain membagikan triknya.

Bali tengah dilanda permasalahan overtourism yang diyakini banyak merugikan wisatawan dan penggiat pariwisata di Pulau Dewata. Hiperwisata ini diperkirakan mencapai puncaknya pascapandemi, dengan meningkatnya arus wisatawan mancanegara dan domestik yang datang ke Bali.

Menanggapi isu overtourism, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun berpendapat, minimnya pariwisata di Bali mungkin karena sebaran wisatawan mancanegara yang belum merata. Diakuinya, pihaknya telah mengembangkan model perjalanan bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke pulau tetangga, Jawa. 

Mungkin karena ada konsentrasi wisman (wisman) di Bali selatan, ujarnya, Senin, 29 April 2024, dalam konferensi mingguan bersama Sandi Uno di Hybrid. Wilayah selatan Bali yaitu Denpasar, Tabanan dan Badung telah lama menjadi pusat wisata wisatawan mancanegara karena pantainya yang populer dan berbagai atraksi uniknya.

Selain persoalan terkait pola pariwisata, Dispar Bali menyampaikan bahwa Dispar Bali tengah melakukan revitalisasi infrastruktur di beberapa kawasan wisata di wilayah barat dan timur Bali. Ia juga berfungsi untuk mendukung infrastruktur pariwisata seperti jalan.

“Destinasi dan aksesibilitas Pura Besakih sudah kami tingkatkan. Kami sudah bermitra dengan Paramount di Bali Barat, khususnya di Jembrana,” kata Tjok.

Selain Jembrana, beberapa wilayah lain juga sedang dibenahi dan aksesibilitasnya ditingkatkan. Misalnya saja pembangunan Menara Suryapada di Bali Utara, jalan akses pendek menuju Singaraja yang mulai selesai dibangun, serta jalan tol yang sedang dibangun dari Bali Barat hingga Mengwi.

“Mudah-mudahan dengan adanya daya tarik wisata dan pembenahan yang dilakukan, kita bisa mengurangi overcrowding ini,” kata Tjok.

Namun, pakar utama Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Adyatama, Nia Niscaya, berpendapat berbeda. Ia menilai Bali tidak bisa mengalami overcrowding karena terlalu banyak kunjungan.

“Kita lihat jumlah wisman yang datang ke Indonesia tahun 2019 sebanyak 16,11 juta orang dan tahun 2023 sebanyak 11,68 juta orang, artinya secara nasional kita belum kembali ke masa sebelum pandemi,” jelasnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link