harfam.co.id, Jakarta – Kain batik dengan corak dan warna berbeda disulap menjadi berbagai gaun pesta, bahkan gaun pengantin oleh desainer interior. Tak kurang dari 26 perancang busana turut serta dalam presentasi fesyen bertajuk “Tales of Batik”.
Acara ini diprakarsai oleh seorang kolektor kain batik yang juga pemilik Butik BATIK 3E Collection, Engelbertus Emil Eriyanto. “Saya bukan desainer dan bukan pembatik. Tapi saya suka batik, saya suka batik,” ujarnya dalam jumpa pers “Red Carpet Gala” di Jakarta Selatan, Jumat, 7 Juni 2024.
Kecintaan Emil terhadap sastra dimulai sejak 20 tahun lalu, saat mendiang gurunya Ivan Tirta menghadiahkan kepadanya kain batik. Ia berkata: “Saya ingat betul batik itu bermotif Gordo. “Saya sangat bangga dan bersyukur atas anugerah ini. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak orang yang memberi saya kain batik berkualitas.”
Ia menambahkan: “Lambat laun, batik menjadi sesuatu yang menggantikan ketertarikan saya pada produk-produk branded. Sekarang saya berpikir bahwa kain batik lebih penting daripada barang-barang mewah.” Menurut pria yang berprofesi sebagai wedding planner ini, kain batik merupakan hadiah yang selalu diapresiasi.
Selama delapan tahun terakhir, ia mengaku serius mengoleksi sejumlah kain batik unggulan. “Lembar demi lembar saya kumpulkan hingga saya memiliki ribuan kain batik. Dari waktu ke waktu, saya belajar warna dan corak dari para perajin batik untuk mengenali kain batik apa yang berkualitas,” ujarnya.
Kecintaannya pada batik membawanya ke Jumat kemarin, saat Emil merayakan ulang tahunnya yang ke-56. “Saya sangat menikmati berkumpul bersama teman dan kolega, jadi saya berpikir kenapa tidak memamerkan keindahan kain batik dan mengajak semua orang untuk berdonasi,” ujarnya.
Emil mengungkapkan, setiap malam pembelian kain batik koleksinya disumbangkan ke panti asuhan dan panti jompo. Menurutnya, “Dengan cara ini kita bisa berbagi keduanya.”
Menjelang acara tersebut, ia berkolaborasi dengan tidak kurang dari 26 desainer untuk menyulap koleksi kain batiknya menjadi beragam pakaian. “Jadi mereka (perancang busana) datang ke butik dan saya bebas memilih kain batik apa yang ingin mereka buat sesuai desain masing-masing,” kata Emil.
Desainer yang dimaksud adalah Aan Sukardi, Adrian Gan, Andreas Lim, Chossy Latu, Damien Chandra, Danny Satriadi, Didi Budiardjo, Didiet Maulana dan Dimas Singgih. Eddie Betti, Frey Sonarto, Ivan Gonavan, Myrna Miura, Prio Octaviano, dan Rinaldi A.
Juga Rusly Tjohnardi, SAS Designs, Sebastian Gunawan, Soko Wyanto, Studio BOH, Vera Anggraini, Yefta Gunawan dan Yogie Pratama. Acara tersebut juga menampilkan karya unggulan para empu batik yang berkolaborasi dengan Emil, yakni Harto, Nurkahiu, dan Siamsol Hodi.
Meski kreativitas mereka tidak terbatas pada tema tertentu, menurut saya, efek visual paling banyak dari pakaian rancangan para desainer ini biasanya terdapat pada pesta pernikahan dan perayaan serupa. Misalnya saja Andreas Lim yang membawakan model gaun pengantin klasik dengan sol kebaya berwarna putih dan bahan batik.
Menambah rasa takjubnya, ia mengenakan jas berwarna biru yang menyapu lantai dengan sentuhan kain batik. Tampilannya dilengkapi dengan syal Rinaldi Ionardi yang memberikan kesan mewah namun formal.
Apalagi siluet korset merupakan siluet yang muncul berulang kali dalam berbagai bentuk. Dimas Singev menyulapnya menjadi atasan bermotif lengan panjang dengan potongan cukup rendah di bagian dada. Dipadankan dengan rok panjang ramping berbahan batik yang desainnya serasi dengan atasan.
Sementara itu, Studio BOH menciptakan korset kebaya dengan rok batik melebar di bagian pinggang untuk nuansa Victorian. Penampilannya semakin cantik dengan segala aksesoris berwarna emas berupa bros, jepit rambut, dan sepasang anting.
Tersedia juga berbagai gaya oriental dengan kombinasi kain batik berwarna cerah seperti merah dan biru. Salah satu desainnya bergantung pada gaya bertumpuk dengan bagian luar panjang dengan lengan melebar yang elegan.
Didit Rumi mencoba kontes baru dengan pakaian konyol. Alih-alih kain penutup, ia memilih kain batik yang didominasi warna netral namun memiliki desain cukup besar hingga terlihat jelas untuk bagian bawah gaun pengantin Sulsel.
Adrian Gunn menawarkan alternatif tampilan yang tak kalah menarik. Ia memadukan rok batik, lengkap dengan kereta yang menyapu lantai, dengan atasan terakota lengan panjang yang dramatis yang menyeimbangkan bagian bawah.
Tak hanya perempuan, berbagai inspirasi tampilan kain batik untuk busana pria juga ditampilkan. Kebanyakan di antaranya adalah blazer yang tidak hanya bisa dipadukan dengan ankle pants, tapi juga sundresses yang bisa dipadukan dengan sneakers untuk memberikan sentuhan lembut dan timeless.
Pada akhirnya, Emil berharap acara ini dapat mengobarkan kecintaan terhadap batik khususnya di kalangan generasi muda. “Saya berharap generasi muda bisa melihat ini sebagai potensi bisnis yang menjanjikan, sekaligus generasi muda bisa ikut melestarikan batik,” ujarnya.