JAKARTA – Setiap harinya, ratusan kilogram cangkang kepiting dibuang sebagai limbah dari puluhan pusat penampungan kepiting di Desa Sukajaya, Kecamatan Cilamaja Kulon, Karawang. Desa Sukajaya dikenal dengan sebutan desa kepiting.
Di kota pesisir ini, para nelayan membawa berton-ton kepiting segar dari laut setiap hari. Saat mendarat, kepiting-kepiting tersebut langsung dibawa ke pusat penembakan kepiting. Dagingnya diangkat dan diolah. Kerangnya dibuang ke pegunungan.
Banyak orang yang memanfaatkan limbah ini untuk dijadikan belatung. Caranya adalah dengan menyimpan cangkang kepiting dalam wadah yang menutupi kolam. Seiring berjalannya waktu, cangkangnya membusuk dan menarik lalat tentara hitam (BSF) untuk bertelur.
Larva yang dihasilkan lalat tersebut masuk ke dalam kolam dan menjadi sumber makanan bagi ikan lele yang dibudidayakan. Namun terdapat permasalahan pada pembusukan cangkang kepiting. Bau ikan busuk menyebar dan terasa hingga ke kota. Bau tak sedap ini tak kunjung hilang karena ratusan kilogram sampah baru berdatangan setiap harinya.
Sisa limbah casing yang tidak terpakai menambah masalah. Sebab, belum ada tempat pembuangan sampah (TPA) untuk mengolah sampah tersebut. Setiap hari, rata-rata setengah hingga satu ton sampah dibiarkan membusuk, sehingga secara alami mencemari udara, air, dan tanah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, PHE ONWJ bermitra dengan Lembaga Inkubasi, Tindak Lanjut dan Komersialisasi (IHK) Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk mengkaji pemanfaatan limbah cangkang kepiting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cangkang kepiting Sukajaya mengandung bahan yang cukup untuk diolah menjadi kitosan, yang kemudian dapat diolah menjadi pupuk cair. Pemanfaatan limbah cangkang kepiting pada kitosan tidak hanya dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan, namun juga manfaat ekonomi bagi warga.
Karena banyaknya bahan baku yang tersedia secara bebas, diharapkan produk akhir berupa pupuk cair dapat dikemas dan dijual dengan harga yang kompetitif. Ditargetkan satu ton cangkang rajungan bisa menghasilkan sekitar 10 ribu liter pupuk cair, dan potensi pendapatan 10 ribu. Rp per liter.
In-In Hanidah, salah satu dosen Unpad yang memimpin penelitian tersebut mengatakan, kitosan merupakan senyawa yang terbuat dari limbah kulit hewan yang mengalami molting. Dengan menggunakan proses kimia yang aman, cangkang kepiting dapat diubah menjadi kitosan yang dapat digunakan dalam industri makanan, biomedis, dan kimia. “Sifat kitosan adalah mudah terurai secara hayati, tidak beracun, dan ramah lingkungan,” kata In-In.
Karena proses kimianya yang aman dan mudah, siapa pun bisa membuat kitosan dari cangkang kepiting. Oleh karena itu, untuk mendukung ekonomi sirkular dan upaya keberlanjutan untuk mengurangi dampak lingkungan, PHE ONWJ mengajak perempuan Desa Sukajaya untuk mengolah kitosan yang sebelumnya mencemari limbah cangkang menjadi produk yang bernilai tinggi.