September 21, 2024
Mengintip Cuan Budidaya Aloe Vera di Gunungkidul, Makin Naik Kelas Berkat BRI

Mengintip Cuan Budidaya Aloe Vera di Gunungkidul, Makin Naik Kelas Berkat BRI

0 0
Read Time:6 Minute, 59 Second

harfam.co.id, Gunungkidul Sore, Sumarni (53) sibuk menyiapkan minuman lidah buaya miliknya. Minumannya berbentuk mini cup berbagai rasa. Hari itu, Sumarni dibantu tetangganya Marni sedang mengumpulkan nanas de aloevera miliknya.

Sekilas minuman ini mirip dengan nata de coco yang terbuat dari air kelapa yang difermentasi. Bedanya, minuman Sumarni terbuat dari ampas daun Lidah Buaya atau biasa dikenal dengan Aloe Vera. 

Nata de coco memiliki tekstur yang kenyal dan padat, sedangkan nata de aloevera lembut dan kenyal saat dikunyah. Dipadukan dengan beragam rasa yang nikmat, nata d’aloevera cukup nikmat dinikmati di siang hari maupun saat berbuka puasa. 

Jelang Ramadan dan Idil Fitri, permintaan lidah buaya meningkat, kata Sumarni. Ia harus bekerja lebih keras untuk menghasilkan lidah buaya murni ini.

“Menjelang puasa dan Idul Fitri kita memang harus bergegas untuk memenuhi kebutuhan yang mungkin lebih banyak dari biasanya,” kata Summarni, Sabtu (2/3/2024).

Sejak tahun 2014, Sumarni merintis usaha lidah buaya di lingkungan rumahnya Jeruklegi, Desa Katongan, Gunungkidul, Kecamatan Nglipar. Usaha ini tak lepas dari posisi putranya Alan Effendi (35) yang pertama kali terpikir untuk membudidayakan lidah buaya. 

Saat itu, Alan yang masih berstatus perantau di Jakarta mulai berpikir untuk membuka usaha yang bisa memberdayakan masyarakat di desanya. Alan kemudian mencari benda-benda yang memiliki kekuatan di sekeliling desanya.

“Kalau kita terus mengembangkan pertanian, kita tidak punya pengalaman. Apabila tanaman semusim ditanam pada puncak musim panen, harga pun ikut turun. “Mau cari barang luar negeri tapi masa depannya bagus,” kata Alan saat ditemui di rumahnya, Sabtu (2/3/2024).

Allan mempertimbangkan produk-produk seperti buah naga, pepaya California, dan anggur. Terakhir, Aloe Vera dipilih karena dianggap paling bermanfaat. Menurut Alan, iklim kering di Gunungkidul sangat cocok untuk ditanami lidah buaya.

Sumarni dan Alan merupakan warga Gunungkidul yang pertama kali menanam lidah buaya. Pada tahun 2018, Alan mendirikan Kelompok Tani Wanita Mountavera Agrotech (KWT) yang bermitra dengan perempuan di Jeruklegi untuk menanam lidah buaya. Anggota KWT ini kemudian menjadi Aloe Vera Plasma saat ini.

Kabupaten Gunungkidul terletak di wilayah tropis, dengan topografi didominasi pegunungan karst. Gunungkidul mempunyai iklim yang kering terutama pada musim panas. Periode ini memiliki sedikit atau tidak ada hujan selama beberapa bulan berturut-turut. 

Di musim panas, suhu udara meningkat, terkadang mencapai lebih dari 30 derajat, terutama pada siang hari. Tanah bisa mengering dan pecah-pecah, tanaman dan tanaman merasa stres karena kekurangan air. Lidah buaya dianggap tahan terhadap kondisi tersebut.

“Lidah buaya itu mudah perawatannya. Saya tidak tahu musimnya. Makanya saya pilih Lidah Buaya. Bahkan serangganya hampir tidak ada. Serangga tidak menyukainya. Basava tidak menyukainya. Tidak.” Jangan kena air dan tumbuh. Jangan sampai setahun keluar airnya,” kata Alan.

 

 

Lidah buaya terkenal dengan daunnya yang lebat, tebal, berwarna hijau dengan warna putih atau kuning. Panjangnya bisa mencapai 30-50 sentimeter. Setiap daun mempunyai selaput lendir yang berfungsi menampung air, yang kental.

Menurut Kementerian Pertanian, lidah buaya pertama kali ditanam di Indonesia pada tahun 1980-an dalam skala kecil di pot atau pekarangan. Namun pada tahun 1990-an, para petani gaharu mulai menanamnya di tempat-tempat khusus. Selain manfaat yang didapat, manfaat baru dari Aloe Vera pun semakin berkembang seiring berjalannya waktu.

Pada tahun 1992, para petani beralih ke hibridisasi, yang berarti mereka mulai menanam lidah buaya di area tertentu dengan menggunakan teknologi modern. Pemilihan tempat yang tepat untuk tanaman ini penting untuk melindungi tanah dari penyakit.

Pontianak merupakan sentra produksi lidah buaya utama di Indonesia. Berdasarkan data BPS pada tahun 2020, produksi lidah buaya bisa mencapai 16.928 ton dengan tingkat produktivitas 184 ton per hektar. 

Di tingkat petani, harga lidah buaya bisa mencapai Rp5.500 per kilogram di sentra produksi dan Rp6.250 di pasaran pada triwulan II tahun 2021. Produk ini sangat diminati di pasar dalam negeri di kota-kota besar seperti Asia dan luar negeri. .

Pabrik lunak ini memiliki masa depan bisnis yang baik. Dapat digunakan di berbagai industri seperti makanan, kosmetik, obat-obatan dan pupuk. Gunungidul yang kering ibarat pohon lidah buaya.

“Dengan kelemahan Gunungkidul, iklimnya kering, musim panasnya panas, tanahnya basah. Singkat kata, lidah buaya ini dipilih karena pertama-tama mudah perawatannya. Maka peluang mereka pun luas. , karena mereka memasuki industri farmasi, kosmetik, dan makanan,” kata Alan.

Selama ini Alan fokus memanfaatkan budidaya Aloe Vera untuk kuliner dan edukasi. Produk dapur yang diproduksi dengan merek Rasane Vera antara lain Nata D Aloe Vera, Nata D Aloe Vera, Aloe Vera Cube Drink dan Aloe Liquid. Alan menjual Aloe Vera dan gelnya ke banyak industri. 

Selain makanan, Alan kini mengadakan wisata edukasi tentang budidaya dan produksi lidah buaya. Pada wisata edukasi kali ini, Alan menawarkan program yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang pemanfaatan Aloe Vera dari atas hingga bawah. 

Istilah “atas ke bawah” mengacu pada pemahaman lengkap tentang proses dari awal hingga akhir. Dalam konteks budidaya lidah buaya, “hulu” mengacu pada tahap awal produksi seperti pemilihan benih, penanaman, dan perawatan tanaman. Saat ini, “lahan” mengacu pada tahap akhir produksi, termasuk pemanenan, pengolahan, pemasaran dan distribusi produk akhir.

“Kami di Gunungkidul yang pertama menawarkan wisata edukasi di lapangan,” kata Allan, “wisata pembelajaran yang menawarkan segalanya mulai dari menanam, merawat, hingga mengelola hasil pertanian.”

Beragam manfaat lidah buaya ini menghadirkan peluang bisnis menarik dengan potensi bisnis yang menggiurkan. Dalam sebulan, dari bidang pangan dan pendidikan, Alan bisa mendapatkan penghasilan Rp45 juta hingga Rp50 juta per bulan. 

“Semuanya menjual bahan baku, pendidikan, barang, sekitar Rp 45-50 juta,” tambah Alan.

 

 

Tak hanya Alan, warga Jerukalegi juga merasakan manfaat baru dari budidaya Lidah Buaya Jerukalegi. Inilah manfaat tersendiri bagi para ibu yang menanam lidah buaya di kebunnya. 

KWT yang dipimpin oleh Uwa berinovasi dengan memproduksi Keripik Lidah Buaya dan Dodol. Banyak anggota KWT yang terlibat dalam produksi minuman Aloe Vera. 

Saat ini 25 anggota KWT mempunyai kebun gaharu di rumahnya. Dusun Jeruklegi kini dijuluki Desa Lidah Buaya karena banyaknya warga yang menanam tanaman tersebut.

“Total kebunnya sekitar 3000 meter persegi. Kalau seluruh petani disatukan, luasnya sekitar 1,5 sampai 2 hektar,” kata Allan.

Pendapatan yang diperoleh ibu-ibu di Jeruklegi dapat menambah pendapatan keluarga. Keuntungan ini akan mengubah perekonomian masyarakat.

“(Perubahan) benar-benar terlihat di masyarakat. “Paling tidak, biaya sekolah dan biaya memasak ditanggung anak-anak tanpa bergantung pada suami yang sebagian besar adalah pekerja tetap,” kata Allan. 

Perjalanan Alan menggalakkan budidaya lidah buaya tak lepas dari dukungan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pada tahun 2019, Alan mengikuti Program Kredit Komersial (KUR) yang ditawarkan BRI. Modal tersebut dimanfaatkan Alan untuk mengembangkan UMKM Aloe Vera. 

Pada tahun 2020, UMKM Allan mendapatkan pendampingan melalui pelatihan bisnis. Produk Aloe Vera Allan sering diikutsertakan dalam pasar, pekan raya dan pameran yang diselenggarakan oleh BRI. Setahun kemudian, BRI menyampaikan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada Grup Aloe Vera di Jeruklegi. Bantuan CSR ini diberikan melalui dukungan operasional.

Alan mengatakan BRI akan sangat membantu pelaku UMKM seperti dirinya untuk merencanakan bisnisnya. Dengan bantuan BRI, Alan bisa mendapatkan rencana yang lebih luas untuk pabrik lidah buaya yang dibangunnya. Menurutnya, BRI telah membantunya menjalankan usahanya dengan cepat.

“Tentunya membantu, sebagai pebisnis kita punya rencana jangka pendek dan jangka panjang, setiap tahun kita merencanakan bagaimana kelanjutannya, dan ketika BRI datang memberikan dukungan, berarti kita menang di depan satu perjalanan, rencana kita adalah lengkap dan sempurna. BRI sudah menentangnya sehingga kita tidak perlu melakukannya sendiri,” kata Alan.

Pengumpulan Lidah Buaya di Jeruklegi berpotensi besar mengubah perekonomian masyarakat, kata Ari Wibowo, Kepala BRI Cabang Nglipar di Gunungkidul. Oleh karena itu, program CSR BRI menyasar klaster ini. Ari meyakini visi dan misi pemberdayaan masyarakat Alan selaras dengan visi dan misi BRI dalam mendukung pengembangan ekonomi masyarakat.

“Saat ini BRI fokus pada mikroekonomi. Artinya, jika CSR diberikan kepada kelompok seperti Aloe Vera, maka akan meningkatkan jiwa wirausaha masyarakat,” kata Ari yang ditemui di Kantor BRI Cabang Gunungkidul.

Sebagai pendukung perekonomian mikro, kecil dan menengah, BRI membantu UMKM melalui pemberian permodalan, pembiayaan, pembiayaan dan program CSR. Selain menawarkan Ari, KUR dan CSR, BRI mendukung UMKM dalam kemudahan transaksi keuangan dengan menyediakan QRIS. 

BRI memiliki program stimulus ekonomi yang khusus menyasar UMKM. Program tersebut meliputi pelatihan, pendampingan, dan pendampingan teknis untuk membantu UMKM meningkatkan keterampilan manajemen, pemasaran, dan produksi sehingga mampu bersaing dan berkembang di pasar. Dengan begitu, UMKM binaan BRI sangat beragam.

“Dengan adanya sistem keuangan BRI, kami dapat mendukungnya melalui strategi keuangan, komersial, dan pemasaran,” kata Ari.

Ari berharap keberadaan BRI dapat membantu memperkuat masyarakat sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Dengan begitu masyarakat bisa mandiri dengan bisnisnya. Secara keseluruhan, BRI mempunyai peran penting dalam mendukung perkembangan UMKM di Indonesia, membantu mereka untuk berkembang, bertahan dan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah.

 

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link