December 21, 2024
AS dan Inggris Tuding China Lakukan Spionase, Jutaan Orang Jadi Korban!

AS dan Inggris Tuding China Lakukan Spionase, Jutaan Orang Jadi Korban!

0 0
Read Time:2 Minute, 52 Second

harfam.co.id, Batavia – Pejabat Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah mengajukan gugatan untuk menjatuhkan sanksi, menuduh China melakukan penelitian dunia maya yang telah merugikan jutaan orang.

Daftar orang-orang yang terkena dampak ancaman dunia maya ini mencakup anggota Kongres, akademisi dan jurnalis, serta perusahaan seperti kontraktor pertahanan.

Pihak berwenang telah menamai kelompok peretas tersebut Advanced Persistent Threat 31, atau “APT31”, dan mengatakan bahwa kelompok tersebut terkait dengan Kementerian Pertahanan Tiongkok.

Korban yang menjadi sasaran APT31 termasuk staf Gedung Putih, senator AS, pejabat parlemen Inggris, dan pejabat di seluruh dunia yang kritis terhadap Beijing.

Hanya sedikit korban yang diketahui, namun para pejabat AS mengatakan peretasan tersebut telah dicurigai selama lebih dari satu dekade oleh kontraktor pertahanan, aktivis, dan perusahaan AS. (termasuk perusahaan baja, energi dan pertahanan).

“Sasaran lainnya adalah penyedia telekomunikasi dan teknologi seluler terkemuka. Pasangan pejabat tinggi AS dan anggota parlemen juga menjadi sasaran,” kata para pejabat, seperti dikutip Reuters (Rabu (27/3/2024).

Sementara itu, menurut Asisten Jaksa AS Lisa Monaco, tujuan operasi global ini adalah “untuk menindak penjahat pemerintah Tiongkok, memasuki sistem pemerintahan, dan mencuri bisnis rahasia.”

Dalam dakwaan yang diumumkan pada Senin (25/3/2024) terhadap tujuh terdakwa Tiongkok, jaksa AS mengatakan di pengadilan bahwa peretasan tersebut meretas akun kerja, email pribadi, penyimpanan, dan catatan telepon jutaan warga.

Pihak berwenang di London menuduh APT31 membunuh anggota parlemen Inggris yang kritis terhadap Tiongkok dan mengatakan sekelompok mata-mata Tiongkok lainnya terbunuh setelah penggerebekan polisi, yang merilis data pribadi jutaan orang di Inggris secara terpisah.

Duta Besar Tiongkok untuk Inggris dan AS menolak tuduhan tersebut dan menganggapnya tidak berdasar. Kedutaan Besar Tiongkok di London mengatakan tuduhan itu adalah kebohongan yang keji.

Di sisi lain, pengumuman tujuh tersangka penjahat telah diumumkan oleh Departemen Kehakiman guna menjatuhkan sanksi di Inggris dan AS terhadap perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Kementerian Keamanan Publik.

Departemen Keuangan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah meminta sanksi terhadap Institut Sains dan Teknologi Xiaoruizhi di Wuhan, serta dua warga negara Tiongkok.

“Pengumuman ini mengungkapkan upaya Tiongkok yang terus-menerus dan penuh tekad untuk melemahkan keamanan siber negaranya dan menyerang warga Amerika serta inovasi kami,” kata Direktur FBI Christopher Wray dalam sebuah pernyataan. 

Ketegangan mengenai isu-isu terkait dunia maya semakin meningkat antara Beijing dan Washington, seiring dengan semakin vokalnya badan-badan intelijen Barat terhadap aktivitas peretasan yang dikendalikan oleh negara Tiongkok.

Tiongkok juga dalam beberapa tahun terakhir mulai mengumpulkan apa yang disebut sistem peretasan Barat. Misalnya, tahun lalu, Departemen Keamanan Dalam Negeri mengatakan bahwa Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat telah berulang kali meretas jaringan raksasa Tiongkok, Huawei Technologies.

Jaksa AS telah mendaftarkan banyak korban yang tidak disebutkan namanya di seluruh dunia yang mereka hadapi, namun beberapa di antaranya menonjol dalam dakwaan.

“Pada tahun 2020, penjahat Tiongkok menargetkan pekerja kampanye presiden AS,” kata jaksa.

Temuan ini konsisten dengan klaim publik Google bahwa ketika peretas mengirim email jahat ke tim kampanye Presiden Joe Biden, tidak ada bisnis yang ditemukan.

Dugaan rencana lainnya melibatkan perampokan sebuah perusahaan Amerika yang terkenal dengan penelitian opini publik pada tahun 2018, tahun yang sama dengan pemilu paruh waktu di Amerika.

“Politisi, partai, dan organisasi pemilu memiliki banyak sumber intelijen, dan para kolektor memberikan segalanya mulai dari informasi politik yang langka hingga data dalam jumlah besar,” kata John Hultquist, kepala analis di perusahaan keamanan siber AS, Mandiant, yang merupakan bagian dari perusahaan induk Google (Alphabeta). .

“Seperti yang terlihat pada pemilu sebelumnya, aktor seperti APT31 beralih ke institusi politik untuk mendapatkan intelijen politik untuk melakukan mobilisasi,” Hultquist menyimpulkan.

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link