October 22, 2024
BPJS Kesehatan Klarifikasi Dugaan Potensi Kerugian Capai Rp20 T Akibat Fraud

BPJS Kesehatan Klarifikasi Dugaan Potensi Kerugian Capai Rp20 T Akibat Fraud

0 0
Read Time:3 Minute, 34 Second

 

harfam.co.id, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto meminta tindakan preventif dan sanksi tegas jika terbukti kembali terjadi penipuan di Pelayanan BPJS Kesehatan.

Pernyataan Edy menanggapi informasi dugaan kerugian akibat penipuan di BPJS Pelayanan Kesehatan mencapai 10 persen yang diungkapkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. Nilai kerugian tersebut jika dirupiahkan mencapai kurang lebih Rp 20 triliun. 

Sebelumnya, Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah mengungkap temuan penipuan senilai Rp35 miliar dari klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tiga rumah sakit. 

Menurut Edy, risiko penyelewengan atau penipuan terkait layanan kesehatan juga terjadi di negara lain sehingga temuan KPK patut dikhawatirkan. 

“Ada banyak bukti dari berbagai negara mengenai risiko penipuan, yang seharusnya menjadi perhatian banyak pihak,” kata Edy.

Dia mencontohkan, data FBI di Amerika Serikat yang menunjukkan potensi kerugian yang bisa terjadi akibat penipuan layanan kesehatan adalah 3 hingga 10 persen dari dana yang dikelola. Data lain yang diambil dari penelitian di University of Portsmouth menunjukkan bahwa risiko penipuan di Inggris adalah 3 hingga 8 persen dari dana yang dikelola.

“Penipuan di bidang kesehatan terbukti berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara yang cukup besar,” kata Edy dalam siaran persnya, Rabu (25/9/2024).

Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan potensi kerugian akibat penipuan di dunia yang mencapai 7,29 persen dana kesehatan setiap tahunnya. Selain itu, penipuan juga menimbulkan kerugian sebesar USD 0,5 (sekitar Rp 7,5 miliar) hingga 1 juta (sekitar Rp 15 miliar) di Afrika Selatan berdasarkan data dari Simanga Msane dan Qhubeka Forensic dan Qhubeka Forensic Services yang diterbitkan oleh World Organisasi Kesehatan (WHO) 2011.

 

 

*Artikel ini telah mengalami perubahan judul dan isi pada hari Jumat 27 September 2024 pukul 10.30 WIB. 

Di Indonesia, lanjut Edy, diatur sanksinya bagi yang melakukan penipuan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden No. 82 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa sanksi dapat berupa sanksi administratif sampai dengan diakhirinya kerjasama dengan institusi pelayanan kesehatan.

“Dalam Pasal 93 ayat (4) Perpres 82 Tahun 2018 boleh saja melaporkan penipuan sebagai tindak pidana, namun hingga saat ini BPJS Kesehatan belum pernah melaporkan penipuan sebagai tindak pidana,” kata legislator Dapil III Jawa Tengah itu. Denda administratif dapat diikuti dengan denda tambahan

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Fraud, sanksi administratif dapat diikuti dengan sanksi tambahan berupa denda yang diberikan kepada pihak yang dirugikan.

Sanksi tidak hanya terbatas pada institusi saja. Pasal 6 ayat (5) Peraturan Menteri Kesehatan 16 Tahun 2019 menyebutkan apabila penipuan dilakukan oleh tenaga kesehatan, penyedia layanan kesehatan, dan pemasok obat dan alat kesehatan, maka akan dikenakan sanksi administratif dan dapat diikuti dengan pencabutan izin. izinnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Perlu diketahui bahwa sanksi administratif tersebut tidak menghilangkan sanksi pidana,” jelas Edy.

“Aturannya jelas penipuan ini bisa dituntut. “Jadi kalau ada indikasi penipuan mohon diusut dan kalau memang ada fakta penipuan bisa diberikan sanksi sesuai ketentuan,” imbuhnya.

Edy juga meminta adanya upaya preventif untuk mencegah terjadinya penipuan. Ia menyarankan BPJS Kesehatan berkomunikasi dengan pasien agar informasi yang diberikan pasien dapat mencegah penipuan.

“Dengan membangun komunikasi dengan pasien, maka phantom billing akan sulit dilakukan,” ujarnya.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga dapat meningkatkan kualitas verifikator sehingga dapat mengantisipasi penipuan ketika rumah sakit mengajukan klaim.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan beberapa kali membantah potensi kerugian Rp 20 triliun akibat penipuan.

Deputi Bidang Komunikasi Badan BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan konteks potensi penyelewengan yang mencapai Rp 20 triliun tidak sepenuhnya mengacu pada program JKN. melainkan di sektor kesehatan.

Konteks yang dimaksud dengan potensi penyelewengan yang mencapai Rp 20 triliun adalah potensi penyelewengan di bidang kesehatan sehingga tidak sepenuhnya mengacu pada program JKN, kata Irfan dalam keterangan tertulis yang diperoleh harfam.co.id.

Irfan menegaskan, pihaknya berkomitmen menerapkan sistem untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani penipuan.

“Perlu kita tekankan bahwa BPJS Kesehatan berkomitmen untuk menerapkan sistem pencegahan, deteksi, dan penanganan penipuan melalui Tim Pencegahan Penipuan JKN,” ujarnya.

Di dalam tim tersebut terdapat sejumlah organisasi terkait, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut dia, BPJS dan institusi kesehatan (rumah sakit) menjalankan tugas dan fungsinya untuk melaksanakan program JKN secara optimal.

“BPJS Kesehatan dan Fasilitas (Rumah Sakit) telah bekerja keras menjalankan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada peserta program JKN. Namun demikian, tetap diperlukan upaya dari semua pihak untuk memantau sistem anti-fraud yang dibangun untuk memantau pelaksanaan program JKN dan pendanaan di bidang kesehatan,” tambahnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link