December 21, 2024
CERMIN: John Green dan Keberaniannya Membuka Diri soal Isu Kesehatan Mental

CERMIN: John Green dan Keberaniannya Membuka Diri soal Isu Kesehatan Mental

0 0
Read Time:2 Minute, 26 Second

Jakarta – 2021. Saat seluruh dunia dilanda wabah, saya mengalami tahapan yang paling tidak terduga dalam hidup saya: saya menderita depresi.

Saya merasa telah mengalami semua hal buruk yang bisa dilakukan manusia. Ketika saya berumur 16 tahun, ibu saya meninggal mendadak dalam kecelakaan mobil.

Pada usia 27 tahun, saudara laki-laki saya meninggal karena AIDS. Lagi pula, saya selalu berpikir bahwa saya tidak akan pernah melewati usia 40 tahun.

Tapi bukan itu saja yang membuatku depresi. Sebuah pertaruhan besar pada rencana bisnis yang hampir gagal menghancurkan segalanya.

Aku merasa seluruh dunia gelap, aku merasa seperti berada di lubang yang sangat dalam dan tidak ada seorang pun yang mengulurkan tangan untuk mengangkatku.

Pada tahun 2022, saya membaca pengakuan jujur ​​​​dari seorang penulis yang mengagumi pengalaman bunuh diri selama pandemi yang menyebabkan kehancuran finansialnya. Perlahan-lahan saya mengetahui bahwa banyak orang mengalami hal yang sama, dan seperti John Green, saya tidak ingin bersembunyi lagi. Saya ingin menjelaskannya dengan jelas.

Seperti John, pengalaman itu saya bawa ke dalam mini-show yang awalnya diproduseri oleh Eunice Hani dengan judul Suicide Squad. Sebuah kisah tentang orang-orang pemberani yang percaya dengan lantang tentang masalah yang tidak dapat mereka atasi dan menjangkau mereka yang peduli.

Saat John berusaha menjaga jarak antara masalahnya dan cerita barunya, komprominya terungkap dalam wujud tokoh utama, seorang remaja bernama Aza dengan gangguan obsesif kompulsif (OCD).

Foto: HBO Go

Aza terlalu khawatir dengan bakteri yang memenuhi seluruh pikirannya. Ia seringkali membiarkan pemikiran ini mengendalikan hal-hal terpenting dalam hidupnya, termasuk kapan ia harus menikmati ciuman pertamanya.

Dalam film yang tayang di HBO Go ini, sutradara Hannah Marks mengajak kita menonton dengan ngeri saat mereka takut akan panggilan satu sama lain. Meskipun sering kali efektif, terkadang suaranya terasa berlebihan dan berlebihan untuk adegan yang tidak membutuhkannya.

Cara mengemudi seperti ini mempunyai resiko yang besar. Untungnya, Hanna bisa terhindar dari kekacauan yang bisa timbul dari cara tersebut.

Kita juga mendengar bagaimana kegelisahan Aza mengganggu hidupnya. Jika seorang gadis muda sedang mencari ciuman pertama yang sempurna, Aza sepertinya takut melakukannya karena sesuatu yang mungkin tidak diperlukan.

Aza mengungkapkan kekhawatirannya kepada psikiaternya, “Bagaimana aku bisa punya pacar kalau dia benci ide berciuman?” Termasuk pemikiran yang terlintas di kepala Anda, “Ada bakteri di mulut Anda. Bakterinya bikin sakit, tentu saja nyawa Azan mudah musnah.

Foto: HBO Go

Untung saja Aza mempunyai Daisy, sahabat sejati yang selalu ada di sisinya. Dia jarang menunjukkan siapa pun yang mencoba memahami sisi buruknya.

Daisy mencoba memahami bahwa Aza dan masalahnya sering mendominasi jagad persahabatan mereka dan bahwa Aza selalu menjadi tokoh utama. John sangat pandai menyandingkan dua karakter yang tampak bertolak belakang, namun justru membuat mereka saling berhubungan karena perbedaannya.

Saat ini masih tidak mudah untuk membicarakan masalah kesehatan mental. Masih banyak orang yang jauh, masih banyak pula yang perlu berbisik.

Meski banyak penelitian yang menunjukkan betapa rentannya generasi muda di negeri ini terhadap masalah ini. Keberanian John dan penulis lainnya untuk berbicara terbuka mengenai hal ini merupakan keberanian yang patut dikagumi.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
PAY4D
Share via
Copy link