harfam.co.id, Jakarta – Nilai tukar rupee terhadap dolar AS anjlok dalam beberapa bulan terakhir, mencapai level terendah dalam 20 tahun.
Pada Senin pagi (7 Agustus 2024), nilai tukar Rupee terdepresiasi tipis sebesar 2 poin atau 0,02% menjadi Rp16.280 per dolar AS dari Rp16.278 per dolar AS pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran di berbagai industri, termasuk industri ponsel pintar, dan diperkirakan akan mempengaruhi daya beli konsumen dan meningkatkan harga ponsel.
Sementara itu, hal ini kembali memicu persaingan antar produsen smartphone untuk menyediakan beragam produk yang sesuai dengan selera konsumen di situasi saat ini.
Aryo Meidianto, analis pasar ponsel pintar dan konsultan senior SEQARA Communications, mengatakan depresiasi rupee bisa berdampak pada kenaikan harga ponsel pintar. Apalagi untuk beberapa part yang masih menggunakan sistem import.
“Harga ponsel pintar kemungkinan akan naik dalam beberapa bulan mendatang karena komponen impor dan biaya logistik meningkat,” kata Aryo dalam keterangannya.
Ia menjelaskan, dalam menghadapi pelemahan rupee (yang sudah terpuruk), produsen diperkirakan tidak akan langsung menaikkan harga smartphone yang beredar, namun hal ini terlihat pada beberapa perangkat yang akan datang.
“Harga beberapa perangkat baru mungkin terkesan agak mahal dibandingkan spesifikasi yang ditawarkan,” kata Aryo.
Di sisi lain, Aryo melihat adanya peluang bagi beberapa vendor smartphone untuk memanfaatkan situasi tersebut.
“Vendor smartphone masih memiliki peluang untuk meningkatkan pangsa pasar dengan menawarkan produk yang lebih kompetitif dari segi harga dan fitur,” ujarnya.
Ia menjelaskan, konsumen saat ini lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya untuk perangkat smartphone.
Survei perilaku konsumen di Indonesia yang dilakukan oleh Reasense, cabang penelitian SEQARA Communications, menemukan bahwa 78,6% responden menyatakan kekhawatirannya terhadap kenaikan harga ponsel pintar saat ini.
Sementara itu, ketika ditanya kemungkinan mengganti perangkat smartphone, 44% responden menjawab ingin membeli perangkat baru.
Artinya, 30% akan tetap menggunakan perangkat ponsel cerdas yang mereka miliki saat ini, sedangkan 26% sisanya tidak berencana membeli perangkat baru sama sekali.
Hasil survei Reasense di atas dapat menjadi acuan bagi produsen smartphone untuk lebih memperkuat brand image mereka melalui departemen atau agensi humasnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa 44% responden bersedia membeli smartphone baru, yang dapat menjadi batu loncatan bagi vendor smartphone untuk terus berinteraksi dengan konsumen setia dan menarik calon konsumen baru.
Untuk memperkuat citra merek Anda, Anda perlu menggunakan media sebagai sumber informasi untuk meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan publik, dan ini lebih penting dari sekedar key opinion leader (KOL), yang merupakan hal yang dilakukan sebagian besar merek ponsel pintar saat ini.
“Secara keseluruhan, untuk menghadapi situasi ini, produsen ponsel pintar harus lebih kreatif dalam memasarkan produknya. Daripada sekadar meluncurkan produk yang terlihat murahan, mereka harus terus memberikan promosi dan diskon untuk menarik perhatian konsumen.” kata Liao.
“Selain itu, vendor smartphone juga harus menyasar segmen pasar yang lebih luas dengan menggunakan berbagai saluran komunikasi, termasuk media,” tutupnya.