harfam.co.id, Jakarta – Data World TB Report 2023 menunjukkan india menjadi negara kedua dengan kasus tuberkulosis (TB) terbanyak setelah India. Diperkirakan terdapat 1.060.000 kasus dan 134.000 kematian akibat tuberkulosis di negara ini setiap tahunnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan (Chemniks) Dr. Imran Pamboodi mengatakan pada tahun 2023 peningkatan jumlah deteksi TBC meningkat menjadi 77% yaitu sebanyak 820.789 kasus dimana 134.528 kasus TBC terdeteksi pada anak. Peningkatan penemuan ini merupakan hal yang baik dalam upaya pemberantasan tuberkulosis.
“Deteksi kasus itu bagus karena kita bisa segera mengobatinya dan segera mengobatinya agar tidak menular ke orang lain.” kata Ketua P2PM dalam jumpa pers melalui Zoom, Jumat (22/22). 3/2024).
Imran mengatakan, pencegahan TBC masuk dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021. Menurut dia, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang menyelenggarakan pemilihan presiden dengan topik TBC.
Ia mengatakan, “Satu-satunya negara yang mempunyai Perpres tentang TBC adalah Indonesia, karena kata Presiden, masalah TBC bukan hanya masalah kesehatan saja, tapi harusnya banyak kementerian dan sektor yang ikut bertanggung jawab.” Ini mempercepat pengobatan tuberkulosis
Di Indonesia, upaya intensif pemberantasan tuberkulosis dilakukan melalui berbagai pilar, yaitu pencegahan, promosi kesehatan, deteksi, pengobatan dan surveilans, serta lintas sektor.
Pertama, pencegahan tuberkulosis dengan melakukan sosialisasi masyarakat untuk memberikan pengobatan preventif. Kedua, meningkatkan kesehatan dengan melakukan kampanye TBC komunitas dan multisektoral pada hari raya TBC dan Hari Kesehatan Nasional.
Ketiga, deteksi, pengobatan dan pemantauan kasus aktif pada kontak keluarga dan populasi berisiko di lapas/rutan tahun 2022-2023. Pemerintah mulai menggunakan rejimen pengobatan BPaL/M secara nasional mulai Januari 2024, setelah penerapan awal di 4 provinsi.
Keempat, kolaborasi multisektoral, menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi (HLM) untuk memantau keterlibatan 19 kementerian dalam upaya mengakhiri tuberkulosis, serta membentuk forum kemitraan percepatan pengendalian tuberkulosis (WKPTB) yang memiliki 19 kementerian dan 35 divisi. mitra
Upaya lain juga dilakukan Kementerian Kesehatan melalui P2PM, seperti melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan kementerian lain untuk PMK untuk mendirikan rumah singgah bagi pasien TB resistan obat (DR), pelatihan TBC, kegiatan pendampingan bagi petugas program. TBC. (dokter, perawat, apoteker, teknisi laboratorium) dan deteksi kasus TBC melalui kegiatan skrining dan investigasi kontak kolaboratif dengan kader/masyarakat.
Pelatihan daring bagi petugas kesehatan melalui platform TB E-Learning, lokakarya komunikasi motivasi bagi organisasi penyelamat TBC, dan lokakarya perencanaan logistik program TBC juga diselenggarakan.
Direktur Pusat TB KOPI, Prof. Dr. Erlina Burhan yang juga menjadi narasumber pada konferensi pers tersebut menjelaskan, penyakit TBC dapat diobati dan dicegah melalui Terapi Preventif Tuberkulosis (PTT).
“TPT merupakan pengobatan yang diberikan kepada orang yang terinfeksi Mycobacterium tuberkulosis dan berisiko terkena TBC,” kata profesor tersebut. Perusahaan penerbangan
Efektivitas TPT dalam menghilangkan TBC adalah dapat menurunkan risiko TBC sebesar 24-86% pada semua kelompok risiko, termasuk yang terdiagnosis TBC laten. Pasien HIV yang rutin memakai ARV mengurangi risiko tuberkulosis atau kematian hingga 60%. Pasien anak yang memakai TPT mengurangi risiko tuberkulosis hingga 82%. kata guru itu. Perusahaan penerbangan
Laporan investasi kasus baru-baru ini menegaskan bahwa penerapan skrining TB yang dikombinasikan dengan terapi pencegahan TB (TPT) mempunyai potensi besar untuk mengurangi jumlah kasus dan kematian TB. Laporan tersebut menekankan bahwa investasi di bidang kesehatan masyarakat sangat penting untuk memenuhi kebutuhan populasi rentan dan untuk mencapai tujuan global dalam mengakhiri tuberkulosis.