harfam.co.id, Jakarta – Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan kecerdasan buatan (AI) telah digunakan sebagai cara untuk menyebarkan berita dari ruang redaksi kepada khalayak yang tepat karena dapat mempersonalisasi konten sesuai preferensi pembaca. pengguna media sosial.
Eksplorasi ini terus berkembang dan menguat, terutama pada proses produksi, pengumpulan berita, dan distribusi yang sedang berlangsung, kata Nezar dalam diskusi bertajuk “Pers, Demokrasi Digital, dan Kecerdasan Buatan yang Etis” di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa. (20 September). ). /2/2023).
Oleh karena itu, ia mengajak perusahaan media di Indonesia untuk turut serta dalam kajian kemungkinan penggunaan kecerdasan buatan dalam aktivitas bisnis tanpa melanggar prinsip etika.
“Media yang telah menggunakan teknologi ini, termasuk Wall Street Journal,” kata Nezar.
Di sini, pengelola media menggunakan kecerdasan buatan untuk menghitung distribusi konten di antara audiens target tertentu guna mendorong mereka berlangganan konten premium.
Dalam kesempatan tersebut Nezar juga menjelaskan berbagai penerapan kecerdasan buatan dalam industri media massa.
Dapat digunakan antara lain: membuat konten berita dan mengatur distribusi konten berdasarkan kebutuhan masyarakat.
“Yang pertama pengumpulan berita, jadi pengumpulan beritanya tidak lagi dilakukan oleh reporternya, tapi dia (AI) mengumpulkan informasi menggunakan sumber daya internet karena sekarang semuanya sudah terhubung dengan baik,” kata Nezar.
Menurutnya, kecerdasan buatan juga bisa digunakan untuk mengumpulkan informasi karena tingkat akurasi faktualnya mencapai 80%.
Nezar Patria memperkirakan berkat kemampuan pembelajaran bahasa ekstensif yang dikenal dengan Big Language Model (LLM), kecerdasan buatan dapat digunakan untuk menyiapkan pesan.
“Mungkin orang-orang mengetahuinya sama seperti ChatGPT. Kita bisa melihat dengan mata kepala sendiri bahwa kecerdasannya semakin baik. Kemampuannya hampir sebanding dengan kemampuan manusia dalam membuat cerita, esai dan cerita, bahkan berita,” tutupnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi memberikan empat tips atau trik bagi perusahaan media agar bisa bertahan di tengah maraknya tren kecerdasan buatan (AI).
“Pertama, kita harus terus berinovasi agar tetap kompetitif. Media harus memanfaatkan cara-cara baru untuk meningkatkan platform dan menarik lebih banyak pelanggan melalui akses premium,” kata Budi saat perayaan Hybrid Hari Pers Nasional 2024 di Jakarta Utara, Senin (19/2/2020) 2024). 2024).
Dalam pidatonya pada acara bertajuk “Konvensi Media Massa Nasional: Pers Mewujudkan Demokrasi di Era Digital”, ia mengatakan media saat ini sedang mengalami disrupsi digital fase ketiga, yaitu kebangkitan teknologi kecerdasan buatan.
Kedua, perusahaan media berkomitmen untuk mengadopsi teknologi baru, termasuk kecerdasan buatan, sehingga dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan bisnisnya dan beroperasi secara maksimal, lanjut Budi Arie, seperti dikutip Antara.
Ketiga, lanjut Budi Arie, perusahaan media dapat meningkatkan keterampilan karyawannya sehingga memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dan peluang yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi.
Tips terakhir: perusahaan media harus mampu menyajikan konten baru sebagai hasil digitalisasi, seperti pembuatan podcast atau podcast.
Menurut Menkominfo, pedoman tersebut dapat memudahkan akses masyarakat terhadap karya jurnalistik yang memuat informasi terpercaya.
Ia optimis jika keempat hal tersebut konsisten dilakukan oleh perusahaan media, maka kehadiran kecerdasan buatan dalam disrupsi digital tidak akan menjadi hambatan melainkan peluang bagi perkembangan media.
Budi kemudian menjelaskan data yang diterbitkan oleh World Newspaper and News Publishing Association (WAN-IFRA) yang menunjukkan bahwa pada tahun 2021-2022, pendapatan global industri surat kabar sebesar $112,4 miliar, dan pada laporan tahun 13 meningkat sebesar 55 persen menjadi $130,02 miliar. 2023.
Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa media terus berkembang dalam menghadapi disrupsi digital yang terus berlanjut. Budi menilai hal ini harus menjaga optimisme terhadap kelangsungan media nasional.