harfam.co.id, Jakarta – Lima tindakan lanjutan dapat dilakukan dalam menyikapi kasus depresi di kalangan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Lima tindak lanjut yang dilakukan Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Prof. Tjandra Yoga, seperti disampaikan Aditama, adalah: Equal screening antar program studi.
Tjandra meyakininya agar bisa lebih memahami masalah depresi Penyaringan dengan menggunakan metode serupa perlu diintegrasikan ke dalam banyak program pendidikan yang ada.
“Ini merupakan tindak lanjut pertama yang dilakukan. Apalagi belakangan ini disebutkan adanya peningkatan angka depresi di negara kita dan di seluruh dunia,” kata Chandra.
Pertama-tama, dia menjelaskan Alangkah baiknya jika ada perbandingan. Artinya peserta penelitian lainnya Metode yang sama juga akan digunakan.
“Mungkin termasuk STPDN (sekolah menengah negeri dalam negeri), universitas ternama yang kualitas pendidikannya tinggi. Jika membandingkan Kita akan tahu apakah tingkat depresi yang lebih tinggi hanya terjadi pada peserta program pendidikan kedokteran khusus atau di dunia akademis normal,” ujarnya.
Faktanya, akan sangat bagus jika metode yang sama untuk menilai depresi juga digunakan pada masyarakat umum.
Berita tentang tekanan ekonomi dan sosial di masyarakat juga dapat memberikan gambaran mengenai depresi. Dan kecil kemungkinannya data dari peserta program pendidikan kedokteran khusus akan mencerminkan data dari populasi umum, jelasnya.
Upaya tindak lanjut kedua melibatkan verifikasi diagnostik. “Perlu dicatat bahwa survei Kementerian Kesehatan ini sebagian besar didasarkan pada metode skrining,” tambah Tachandra.
Oleh karena itu, kasus yang terdeteksi secara pasti harus diselidiki dengan diagnosis yang jelas. Dengan memeriksa gejala dan mengevaluasi faktor psikologis seperti suasana hati dan nafsu makan. pola tidur tingkat aktivitas kognitif
“Untuk menghilangkan kemungkinan timbulnya penyakit lain. Petugas medis juga dapat melakukan pemeriksaan fisik dan tes darah, dll.”
Tindak lanjut ketiga adalah penanganan siswa PPDS depresi berdasarkan diagnosis yang jelas.
“Prinsip dasar ilmu kedokteran adalah pengobatan didasarkan pada diagnosis yang jelas. Oleh karena itu, apakah depresi ada pada PPDS (atau orang lain) harus didiagnosis oleh ahlinya seperti psikiater, psikolog, atau dokter dan pejabat kesehatan yang ada. kemampuan lainnya,” kata Tjandra.
“Ini tidak hanya didasarkan pada jawaban atas sejumlah besar pertanyaan penyaringan. Tapi masih perlu pemeriksaan lebih detail,” karena PPDS berada di rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu, rumah sakit-rumah sakit ini pasti menyediakan layanan kesehatan mental yang komprehensif. Oleh karena itu, ini adalah ilmu yang baik. Diagnosis pasti bisa ditegakkan sesuai aturan,” imbuhnya.
“Kalau depresinya beda tingkat Tenaga kesehatan jiwa juga sudah sangat familiar dalam menangani mereka,” kata Chandra.
“Ingat itu. Gangguan kesehatan mental secara umum tersebar luas. Dan ada banyak pasien dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.”
“Sesungguhnya Jika terjadi depresi atau hal lainnya di PPDS dan masyarakat pada umumnya. Silakan berkonsultasi dengan ahli kesehatan jiwa yang berkompeten dan mungkin pernah menderita PPDS sebelumnya,” saran Tjandra. Peran pemerintah
Upaya tindak lanjut yang terakhir adalah pentingnya peran pemerintah. Menurut Tajandra, pemerintah perlu memberikan fasilitas agar PPDS dapat melanjutkan pendidikannya dengan baik.
“Ingat itu. Kebutuhan nyata akan lebih banyak dokter dan spesialis dalam pelayanan kesehatan kita,” tutupnya.
Sebelumnya Kementerian Kesehatan melaporkan siswa PPDS mengalami gejala depresi.
Berdasarkan data skrining kesehatan jiwa dengan menggunakan Kuesioner Kesehatan Pasien-9 atau kuesioner PHQ-9, kuesioner tersebut dijawab oleh 12.121 mahasiswa PPDS di 28 rumah sakit vertikal pada 21, 22, dan 24 Maret 2024. Hasilnya, 2.716 persen atau 22,4 persen calon tenaga medis mengalami gejala depresi.
Dari 22,4 persen PPDS yang bergejala, tingkat depresinya digambarkan sebagai berikut. Setidaknya 0,6 persen mengalami depresi berat. Setidaknya 1,5 persen mengalami depresi sedang hingga berat. Setidaknya 4 persen orang merasa sedikit depresi. Setidaknya 16,3 persen mengalami depresi ringan.