Indonesia Usung Misi Bawa Air jadi Sumber Pertumbuhan di WWF 2024 Bali

Read Time:4 Minute, 16 Second

harfam.co.id, Jakarta Indonesia akan menjadi tuan rumah World Water Forum (WWF) ke-10 atau WWF 2024 di Bali. Forum internasional penanganan permasalahan air ini akan diselenggarakan di Bali Nusa Dua Convention Center pada tanggal 18 hingga 24 Mei 2024.

Staf Ahli Menteri Sumber Daya Air PUPR Firdaus Ali mengatakan, Indonesia sebagai tuan rumah WWF 2024 ingin menjadikan air sebagai sumber pertumbuhan dan kesejahteraan bersama, bukan menimbulkan masalah.

“Kami sepakat pertemuan Bali akan menjadi pertemuan monumental untuk mentransformasikan seluruh kebijakan, seluruh semangat untuk bisa bersama-sama menatap masa depan menjadikan air sebagai sumber kehidupan, pertumbuhan dan perdamaian, bukan sebaliknya,” ujarnya. mengatakan. , Kamis (28/3/2024).

Menurutnya, bukan tanpa alasan Dewan Air Dunia memilih Indonesia menjadi tuan rumah WWF 2024. Firdaus Ali menilai keberhasilan Indonesia menjadi tuan rumah G20 juga merupakan sebuah bekal.

“Ini acara di Bali yang akan menghadirkan 44 kepala negara dan pemerintahan yang akan kami undang, serta 4 ketua organisasi internasional, 168 menteri, dan hampir 50.000 peserta akan kami undang, baik yang hadir secara fisik di Bali maupun secara daring.” menjelaskan

“Dan ini akan menghadirkan 290 kegiatan/sesi yang akan kita laksanakan, diantaranya 230 sesi proses tematik, proses regional, proses politik, dengan tema utama air untuk kesejahteraan bersama,” imbuhnya.

Sebagai informasi, akan ada tiga debat di WWF 2024 Bali yang meliputi isu tematik, politik, dan regional. Dalam tema-tema tematik tersebut, telah diidentifikasi enam sub-tema, yaitu Ketahanan dan Kemakmuran Air, Air untuk Manusia dan Alam, Pengurangan dan Manajemen Resiko Bencana, Tata Kelola, Kerja Sama dan Hidro-Diplomasi Pembiayaan Air Berkelanjutan, Informasi dan Inovasi.

Dari segi permasalahan regional terbagi menjadi empat kawasan yaitu Mediterania, Asia Pasifik, Afrika, dan Benua Amerika. Sedangkan isu-isu politik dibagi dalam pertemuan-pertemuan di tingkat kepala negara, menteri, parlemen, pemerintah daerah, dan otoritas daerah aliran sungai.

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) sedang mencari solusi ramah lingkungan untuk mengatasi bencana air di wilayah pesisir Indonesia. Nantinya jawaban ini akan diangkat di forum internasional.

Deputi Bidang Infrastruktur Dasar, Sumber Daya Perkotaan, dan Perairan Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan Lukijanto mengatakan salah satunya adalah konsep Natural Base Solution (NBS) untuk mencegah bencana di wilayah pesisir seperti banjir rob. Untuk itu, pihaknya menggandeng para ahli dari Belanda sebagai negara yang memiliki pengalaman sebelumnya.

“Salah satunya bisa dicapai pada World Water Forum ke-10, kita harapkan bisa dituangkan dalam kesepakatan,” kata Lukijanto usai diskusi di Hotel ShangRi-La, Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Perlu diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Kelautan dan Perikanan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyelenggarakan lokakarya dengan pakar dari Belanda. Sejumlah pejabat Kementerian Pembangunan dan Perumahan Rakyat (PUPR) turut hadir dalam acara tersebut.

Lukijanto mengatakan konsep NBS akan diikuti dengan model pembangunan infrastruktur ramah air (green infrastruktur). Selanjutnya juga akan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

“Serta mendapatkan usulan alternatif dan menyetujui rencana memasukkan NBS sebagai salah satu capaian nyata World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan diselenggarakan pada Mei 2024 di Bali,” jelasnya.

“Secara khusus, konsep dan rencana aksi infrastruktur hijau dengan solusi berbasis alam dapat dimasukkan sebagai lampiran deklarasi menteri dalam bentuk ringkasan aksi,” tambahnya.

Meski masih merupakan konsep baru di Indonesia, Lukijanto mengatakan pihaknya belum mengidentifikasi berbagai permasalahan yang akan dihadapi. Termasuk mencari solusi atas kendala yang terdapat di Indonesia.

“Mengingat pentingnya mengintegrasikan NBS ke dalam perencanaan nasional dan mendukung hasil nyata Forum Air Dunia ke-10, maka penting untuk mengatasi hambatan implementasi NBS, seperti keterbatasan pemahaman, tantangan teknis kapasitas dan pendanaan,” ujarnya.

“Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk memperdalam diskusi mengenai metode, strategi dan arah kebijakan dalam implementasi NBS untuk manajemen risiko bencana terkait air dan untuk menjajaki cara kolaborasi nyata antara Indonesia dan Belanda,” tambahnya. Infrastruktur Biru

Sementara berbicara mengenai konsep infrastruktur hijau, Lukijanto mengatakan landasannya adalah membangun bangunan yang ramah air. Dengan demikian, akan mampu memenuhi kebutuhan air masyarakat di wilayah pesisir.

“Desain infrastruktur ramah lingkungan memberikan cara yang ekonomis dan ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir akan infrastruktur yang tahan terhadap dampak perubahan iklim dan bencana alam,” ujarnya.

Dijelaskannya, Infrastruktur Hijau merupakan pendekatan baru yang mengintegrasikan solusi berbasis alam untuk keamanan sumber daya air, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil. Utamanya, memperhatikan aspek keberlanjutan, untuk meningkatkan ekosistem pesisir dan perekonomian masyarakat pesisir.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah Indonesia berencana membangun tembok laut raksasa di sisi utara Pulau Jawa. Proyek ini disebut-sebut akan membawa manfaat baik bagi wilayah pesisir.

Salah satunya adalah pendapat pakar maritim asal Belanda. Direktur Delta Marine Consultants Peter van der Hulst mengaku setuju dengan rencana pemerintah tersebut.

Bukan hanya ide bagus, tapi menurut saya sangat perlu,” kata Peter saat ditemui di Hotel ShangRi-La, Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Ia mengatakan, Tanggul Laut Raksasa bisa menjadi jawaban atas bencana yang dihadapi pantai utara Pulau Jawa. Misalnya saja ancaman menyusutnya permukaan tanah Jakarta yang menyebabkan sebagian wilayah akan tenggelam.

“Karena tembok laut yang sangat besar ini selain bertujuan untuk menahan air laut, juga bisa menjadi solusi tenggelamnya Jakarta. Jakarta saat ini sedang tenggelam akibat masifnya penggunaan air bawah tanah oleh masyarakat dan permukaan air laut semakin meningkat,” ujarnya. menjelaskan.

Peter yakin Great Barrac bahkan bisa menjadi sumber air bagi masyarakat pesisir. Meskipun hal ini perlu dikembangkan dan didukung dengan penelitian lebih lanjut.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Mobil Listrik Pesaing Wuling Dijual Rp80 Jutaan
Next post Anak Obesitas Lebih Berisiko Kena Multiple Sclerosis Ketika Dewasa